BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum adalah kata yang sudah lazim digunakan dalam
dunia pendidikan. Tanpa adanya kurikulum maka tidak akan ada acuan yang
digunakan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya proses pembelajaran akan
menjadi tidak terarah dan tidak terkontrol, sehingga sulit untuk mengetahui
apakah tujuan diadakannya kegiatan belajar mengajar telah tercapai atau tidak.
Istilah kurikulum pertma kali digunakan pada dunia olahraga zaman Yunani kuno,
yang berasal dari kata curir dan curere.Pada waktu itu kurikulum diartikan
sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.Namun, dalam dunia
pendidikan dewasa ini para ahli pendidikan memiliki penafsiaran berbeda tentang
kurikulum.
Kurikulum diperuntukkan bagi anak didik untuk dapat
mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.Sebuah
kurikulum meliputi perencanaan pengalaman belajar, serta perencanaan program
pembelajaran demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, kurikulum
tidak hanya menyangkut perencanaan materi yang akan dipelajari, tetapi juga
tentang tata cara mengajarkan materi tersebut kepada para siswa. Intinya,
kurikulum merupakan sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang
harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa,
strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi sebagai tolak ukur
pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentk
nyata.
Tata cara pengembangan kurikulum adalah hal terpenting yang harus dipahami oleh para pendidik. Pemahaman tentang pengembangan kurikulum akan memudahkan para pendidik dalam memaksimalkan proses belajar mengajar. Hal ini juga akan memudahkan dalam mengevaluasi sistem pembelajaran yang digunakan, sehingga pendidik dapat mengetahui apakah tujuan telah dicapai secara maksimal atau belum. Karena berbagai pertimbangan diatas, maka "Pengembangan Kurikulum" menjadi sesuatu yang sangat penting bagi para pendidik. Sebagai calon pendidik, akan menjadi sebuah keputusan yang bijak untuk memahami tentang "Pengembangan Kurikulum" sejak dini.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
Jenis-Jenis Pendekatan Kurikulum?
2. Bagaimanakah
Model-Model Pengembangan Kurikulum?
C.
Tujuan
1. Memahami berbagai jenis pendekatan kurikulum.
2. Mamahami berbagai model pengembangan kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Pengembanagn Kurikulum
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
seseorang terhadap suatu proses tertentu istilah pendekatan merujuk kepada
pandanagan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Dengan demikian, pendekatan pengembanagn kurikulum menuju pada titik tolak atau
sudut pandang secara umum tentang proses
pengembangn kurikulum.
Pengembangan kurikulum memiliki
makna yang cukup luas. Menurut Sukmadinata (2000:1), pengembangan kurikulum
bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (Curriculum Construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang
telah ada (curriculum improvement). Selanjutnya
beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembanagn kurikulum berarti
menyususn seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran,
garis-garis besar progam pengajaran , sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan
(macro curriculum). Pada sisi lainya
beerkenaan dengan penjabaran kurikulum
(GBPP) yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan
persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru
disekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, caturwulan, satuan pelajaran,
dan lain-lain (Micro Curriculum).
Yang dimaksud pengembangan kurikulum
dalam bahasan ini bisa mencakup keduanya, tergantung pada konteks
pendekatan dan model pengembangan
kurikulum itu sendiri.
Dilihat dari cakupan pengembangannya apakah curriculum
construction atau curriculum
improvement, ada dua
pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum.
Pertama, Pendekatan Top
Down
atau pendekatan administratif
sebagai pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah, dan Pendekatan
Grass-Root, atau pengembanagn kurikulum sebagai yang dimulai dari lapangan atau dari
guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih
luas, atau disebut juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
1.
Pendekatan
Top Down
Pendekatan
Top Down atau pendekatan
administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke
bawah.Dikatakan pendekatan Top Down,
disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan
atau para administrator atau dari para pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan
seperti dirjen atau kepala Kantor Wilayah.Selanjutnya dengan menggunakan
semacam garis komando, pengembangan kurikulum menetes ke bawah.Oleh karena
dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff model.Biasanya pendekatan ini banyak dipakai di
negara-negara yang memiliki sistem pendidikan sentralisasi.
Dilihat
dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk
menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum constraction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada
(currikulum improvement).
Prosedur
kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai
berikut:
1.
Langkah
pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan.
Anggota tim biasanya terdiri dari pejabat yang ada di bawahnya, seperti para
pengawas pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga ditambah
dengan para tokoh dari dunia kerja. Tugas tim pengarah ini adalah merumuskan
konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan
tujuan umum pendidikan.
2.
Langkah
kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau
rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Anggota kelompok kerja
ini adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi,
ditambah dengan guru-guru senior yang dianggap sudah berpengalaman. Tugas pokok
tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari
tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence
bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran, dan alat atau petunjuk evaluasi,
serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
3.
Langkah
ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja,
selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi
catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu, kurikulum itu di uji
cobakan dan dievaluasi kelayakannya, oleh suatu tim yang ditunjuk oleh para
administrator. Hasil uji coba itu digunakan sebagai bahan penyempurnaan.
4.
Keempat,
para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk
mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
Dari langkah-langkah pengembangan seperti yang telah
dikemukakan di atas, maka tampak jelas bahwa inisiatif penyempurnaan atau
perubahan kurikulum dimulai oleh pemegang kebijakan kurikulum, atau para
pejabat yang berhubungan dengan pendidikan; sedangkan tugas guru hanya sebagai
pelaksana kurikulum yang telah ditentukan oleh para pemegang kebijakan.
Oleh karena itu proses pengembangan dengan pendekatan top down dinamakan
juga pendekatan dengan sistem komando.
2. Pendekatan
Grass Roots
Kalau pada pendekatan administratif inisiatif
pengembanagn kurikulum berasal dari para
pemegang kebijakan kemudian turun ke
staf-nya atau dari atas ke bawah ,maka dalam model grass
roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari
guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih
luas, makanya pengembangan kurikulum ini disebut juga pengembangan kurikulum
dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini
lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum
improvemnt), walaupun
dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum
baru (curriculum
constraction).
Dalam kondisi yang bagaimana kira-kira guru dapat
berinisiatif mempwrbaharui dan atau menyempurnakan dengan pendekatan semacam ini?. Minimal ada dua syarat sebagai kondisi yang
memungkinkan pendekatan grass root dapat
berlangsung.
Pertama, manakala kurikulum itu benar-benar bersifat lentur
sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara lebih terbuka untuk
memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberakukan.
Kurikulum yang bersifat
kaku, yang hanya mengandung petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit
dilakukan pengembangannya dengan pendekatan ini.
Kedua, pendekatan grass
root hanya mungkin terjadi jika guru memiliki sikap professional yan tinggi
disertai kemampuan yang memadai.Sikap profesional itu
biyasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru
dalam upaya meningkatkan kinerjanya. Seorang profesional itu akan selalu berusaha menambah pengetahuan dan
wawasanya dengan menggali sumber-symber
pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Ia tidak akan puas
dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa
tenang manakala hasil kinerjanya telah sesuai dengan target maksimalnya.
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurkulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass root ini. Langkah-lankah tersebut adalah sebagai berikut:
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurkulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass root ini. Langkah-lankah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menyadari adanya masalah. Pendekatan grass root biasanya diawali dari
keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakannya
ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti
yang diharapkan, atau masalah kuangnya motivasi belajar siswa, sehingga kita
merasa tertanggu dan lain sebagainya. Pemahaman dan ksadaran guru akan adanya
suatu masalah merupakan kunci dalam grass root. Tanpa adanya kesadaran masalah
tidak mingkin grass roots dapat
berlangsung.
2. Mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya
masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab muncunya masalah
tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan. Misalnya
dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi, atau mengkaji sumber informasi lain.
Misalnya melacak sumber-sumber dari internet, atau melakukan diskusi dengan
teman sejawat dan mengkaji sumber dari lapangan. Nisalnya
melakukan wawancara dengan siswa, orang tua, atau sumber lain.
3. Mngajukan hipotesis atau jawaban sementara.
Berdasarkan hasl kajian refleksi, selanjutnya uru memetakan berbagai
kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
4. Menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan
dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Tidak mungkin
berbagai kemungkinan bias kita laksanakan. Dalam langkah ini kita hanya memilih
kemungkinan yang dapat dilakukan dan selanjutnya merncanakan apa ynag harus
kita lakukan untuk mengatasi masalah ersebut. Disamping itu kita juga dapat
memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan muncul, misalnya berbagai
hambatan yang akan terjadi sehingga lebih dini kita akan dapat mengatasi
hambatan-hambatn tersebut.
5. Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya
secara terus-menerus hingga terpechkan masalah yang dihadapi. Alam proses
pelaksaannya, Kita dapat berkolaborasi atau meinta pendapat teman sejawat.
6. Membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan
pengembangan melalui grass roots.
Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan
diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang
lain yang pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.
Manakala kita perhatikan , peran guru sebagai
implementator perubahan dan penyempurnaan kurikulum, dengan pendekatan grass roots sangat menentukan. Tugas
para administrator dalam pengembangan ini, tidak lagi berperan sebagai
pengendali pengembangan akan tetepi
hanya sebagai motivator dan fasilitator. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum
bisa dimulai oleh guru secara individual atau ileh kelompok guru, contohnya
guru-guru bidang studi dari beberapa sekolah.
Dinegara-negara yang menerapkan sistem pendidikan
desentralisasi pengembangan model grass
roots ini sangat mungkin untuk terjadi, sebab kebijakan pendidikan tidak
lagi diatur oleh pusat secarasentralistik, akan tetapi penyelenggaraan
pendidikan ditentukan oleh daerah bahkan oleh sekolah. Oleh karena itu, untuk
memperoleh lulusan sekolah bisa terjadi persaingan antar sekolah atau antar
daerah
B. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Good (1972) dan Travers
(1973), model adalah abstarsi dunia nyata atau representasi peristiwa komplesk
atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang
lainya, model buaknlah realitas, akan tetapi merupakan respresentasi realitas
yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, pada dasarnya berkaitan dengan
rancangan yang dapat diguanakan untuk menerjemahkan sesuatu kedalam realitas,
yang sifatnya lebih praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah
komunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat prespektif untuk mengambil
keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan kegiatan pengelolaan. Nadler
(1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh.
Selanjutnya ia menjelaskan model sebagai berikut:
a. Model
dapat menjelaskan beberapa perilaku dan interaksi manusia.
b. Model
dapat mengintegrasikan seluruh hasil observasi dan penelitian.
c. Model
dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks.
d. Model
dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.
Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa model yang dapat digunakan.
Tiap model memiliki kekhasan tertentu baik dilihat dari keluasan pengembangan
kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat dari tahapan pendekatannya maupun
pengembangannya;
1.
Model
Tyler
Model pengembangan kurikulum Tyler
mengacu pada empat
pertanyaan dasar yang harus dijawab, dimana pertanyaan tersebut
merupakan pilar-pilar bangunan
kurikulum. Proses pengembangan kurikulum dan pembelajaran padadasarnya adalah
proses menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,
dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut membentuk hasil berupa
kurikulum. Pertanyaan pertama berkenaan
dengan tujuan yang
ingin dicapai, “Whateducational purposes should the
school seek to
attain?”. Pertanyaan kedua, berkenaan dengan
jenis pengalaman balajar
apa yang harus
disediakan untuk mencapai tujuan.
Dalam pengalaman belajar ini
di dalamnya sudah tercakup materi apa yang harus di
berikan, “What educational experiences can be provided that are likely
to attain these
purposes?”. Pertanyaan ketiga,
berkenaan dengan oraganisasi kegiatan
atau pengalaman belajar
yang dinilai paling
efektif untuk mencapai tujuan,
“How can these educational experiences be effectivelyoeganized?”.Pertanyaan
keempat atau terakhir, berkenaan dengan upaya mekanisme apa yang digunakan
untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai atau belum
(evaluasi), “How can we determine wether
these purposes are
being attained?”.
Dengan demikian, model pengembangan kurikulum Tyler
itu ada 4 tahap yang harus dilakukan yaitu meliputi :
1) Menentukan
tujuan pendidikan.
2) Menentukan pengalaman
belajar yang harus
dilakukan untuk mencapaitujuan yang telah ditentukan.
3) Menentukan
organisasi pengalaman belajar.
4) Menentukan evaluasi
pembelajaran untuk mengetahui
apakah tujuan telahdicapai.
Dalam
prosesnya, pengembangan kurikulum
secara makro dengan model ini harus
melibatkan berbagai pihak
seperti Perguruan Tinggi
dan masyarakatyang terdiri
dari para ahli;
bidang studi, kurikulum,
pendidikan, psikologi dan perkembangan anak dan bidang lainnya yang
terkait:
a) Menentukan
Tujuan
Penetapan tujuana dalah
langkah pertama. Dalam tujuan ini harusmenggambarkan arah pendidikan yang akan
dituju, jenis kemampuan apa yang harus dimiliki siswa setelah proses
pendidikan. Rumusan tujuan kurikulum ini
sangat tergantung pada
teori dan filsafat pendidikan yang dianut oleh
pengembangnya, berdasarkan berbagai masukan.Dalam pandangan Tyler ada tiga
klasifikasi karakteristik tujuan kurikulum
yaitu tujuan kurikulum yang menekankan pada penguasaan konsep dan teori ilmu
pengetahuan (dicipline oriented). Tujuan kurikulum
yang menekankan pada
pegembangan pribadi atau
model humanistik (child centered). Tujuan kurikulum yang menekankan pada upaya perbaikan
kehidupan masyarakat (society centered). Dengan merujuk pada tujuan kurikulum diatas, maka sumber-sumber yang
dapat dijadikan rujukan dalam
pengembangan kurikulum, menurut Tyler,yaitu pandangan dan pertimbangan
para ahli disiplin ilmu, individu anak (sebagai siswa), dan kehidupan
sosial kontemporer. Dalam
praktik, pemisahan tegasseperti di atas
tidak ada. Ketiga hal tersebut
menyatu meskipun mungkin
ada
salah satu karakter yang
lebih dominan.
b)
Menentukan Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar yaitu aktivitas siswa dalam
berinteraksi dengan lingkungan, dan bagaimana siswa mereaksi terhadap
lingkungan. Pengalaman belajar tidak identik dengan isi pelajaran, namun secara inhern dalampengalaman belajar ini
sudah mecakup bahan pelajaran apa yang harus dipelajarisiswa.
Ada beberapa
prinsip yang harus
dipegang dalam menentukan
pengalaman belajar ini,
yaitu:
1) Harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2) Setiap pengalaman belajar harus memuaskan
siswa (senang dalam melakukannya dan sesuai dengan perkembangan siswa).
3) Setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya
melibatkan siswa.
4) Satu pengalaman belajar bisa mencapai lebih
dari satu tujuan.
c) Mengorganisasi
Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar bisa
dibuat dalam bentuk mata pelajaran atau berupa program.Sedangkan jenis pengorganisasian
pengalaman belajar bisa secara vetikal atau secara horizontal. Secara vertikal
artinya, satu jenis pengalaman belajar dilakukan dalam berbagai tingkat kelas
yang berbeda. Dengan maksuduntuk mengulang-ulang jenispengalaman belajar tersebut.Sedangkanpengorganisasian secara
horizontal yaitu menghubungkan
pengalaman belajar dalam satu
bidang kajian (mata pelajaran) dengan pengalaman belajar bidang kajian lain
yang masih dalam satu tingkat (kelas). Tyler mengajukan tiga
prinsip untuk mengorganisasi pengalaman
belajaragar efektif yaitu
kesinambungan (contiuity), urutan isi (sequence), integrasi(integraton).Kesinambungan
berarti adanya pengulangan yang terus menerus jenispengalaman belajar untuk membentuk kemampuan yang ingin
dibentuk pada siswa. Contoh, salah
tujuan IPS adalah membentuk kemampuan membacamateri IPS merupakan
tujuan yang dipandang sangat penting, maka pengalamanbelajar untuk
membentuk kemampuan ini harus diulang-ulang dengan cara yang sama. Kesinambungan
merupakan faktor penting dalam organisasi secaravertikal. Urutan isi,
diorganisasi sehingga adanya penambahan kedalaman dan keluasan bahan dengan disesuaikan dengan tingkat
kemampuan/perkembangan siswa. Juga
adanya urutan dari yang mudah menuju yang sulit, dari yangsederhana
menuju yang kompleks. Integrasi, yaitu pokok bahasan dalam satu mata pelajaran satu dikaitkandengan mata
pelajaran lainnya sehingga
adanya pemahaman yang terintegrasi
(holistik). Misalnya dalam pengalaman belajar dalam bidang matematika
bisadikaitkan dan membantu dalam mata pelajaran ekonomi.
d)
Menetukan Evaluasi
Evaluasi untuk
dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana tingkat pencapaian tujuan. Adapun kriteria ketercapaian tujuan
ini dengan melihatapakah telah terjadi
perubahan tingkah laku pada siswa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Penilaian sebaiknya dilakukan
menggunakan lebih dari satu cara. Dalam hal ini menganjurkan agar dilakukan
dilakukan melalui pretes dan postes. Fungsi
dari penilaian dimaksudkan untuk melihat tingkat ketercapaiansiswa dalam
menguasai pelajaran/perubahan tingkah laku (fungsi sumatif), dan untuk melihat
sejauhmana efektivitas proses
pendidikan untuk mencapai
tujuan(fungsi formatif).
2.
Model
Taba
Model pengembangan ini lebih rinci dan
lebih sempurna jika dibandingkan dengan model Tyler.Model Taba merupakan
modifikasi dari model Tyler, modifikasi tersebut terutama penekanannya pada
pemusatan perhatian guru. Teori Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor
utama dalam usaha pengembangan
kurikulum. Menurut Taba bahwa guru harus aktif penuh dalam
pengembangan kurikulum. Pengembangan
kurikulum yang dilakukan guru dan memposisikan guru sebagai inovator dalam pengembang
kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba’s. Dalam pengembangannya
lebih bersifat induktif dan berbeda dengan model tradisional.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) membuat
unit-unit eksperimen bersamadengan guru-guru
Dalam
kegiatan ini perlu mempersiapkan (1) perencanaan berdasarkan pada teori-teori
yang kuat, (2) eksperimen harus dilakukan di dalam kelas dengan menghasilkan data
yang empirik dan teruji. Unit eksperimen ini harus dirancang melalui tahapan
sebagai berikut:
a) Mendiagnosis kebutuhan
b) Merumuskan tujuan tujuan khusus
c) Memilih isi
d) Mengorganisasi isi
e) Memilih pengalaman belajar
f) Mengorganisasi pengalaman belajar
g) Mengevaluasi
h) Melihat sekuens dan keseimbangan (Taba,1962
:347)
2) Menguji
unit eksperimen
Unit yang sudah
dihasilkan pada langkah pertama harus diujicobakan di kelas-kelas eksperimen
pada berbagai situasi dan kondisi
belajar. Pengujiandilakukan untuk
mengetahui tingkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data
bagi penyempurnaan.
3) Mengadakan
revisi dan konsolidasi
Setelah langkah
pengujian, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan revisi dan konsolidasi. Perbaikan dan penyempurnaan
dilakukan berdasarkanpada data yang
dihimpun sebelumnya. Selain
perbaikan dan penyempurnaan dilakukan juga konsolidasi
yaitu penarikan kesimpulan
hal-hal yang bersifat umum dan
tentang konsistensi teori
yang digunakan. Langkah
ini dilakukan secara bersama-sama dengan
koordinator kurikulum maupun
ahli kurikulum. Produk dari
langkah ini adalah
berupa teaching learning
unit yang telah
teruji di lapangan.
4)
Pengembangan keseluruhan kerangka
kurikulum (Developing a Framework)
Apabila dalam
kegiatan penyempurnaan dan
konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang
lebih menyeluruh atau
berlaku lebih luas,
hal itu harus
dkaji oleh para ahli kurikulum.
Ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam langkah ini; 1)
apakah lingkup isi
telah memadai; 2)
apakah isi telah
tersusun secara logis; 3) apakah pembelajaran telah memberikan
peluang terhadap pengembangan intelektual, keterampilan, dan sikap; 4) dan
apakah konsep dasar sudah terakomodasi ?
5)
Implementasi dan Desiminasi
Dalam langkah
ini dilakukan penerapan
dan penyebarluasan program
ke daerah dan sekolah-sekolah dan
dilakukan pendataan tentang
kesulitan serta permasalahan yang
dihadapi guru-guru di lapangan. Oleh karena
itu perlu diperhatikan tentang persiapan dilapangan yang berkaitan
dengan aspek-aspek penerapan kurikulum.
3. Model Oliva
Model
Oliva adalah model kurikulum harus bersifat simpel, komphrehensif dan sistematik. Menurut model oliva, ada 12 komponen
yang harus dikembangkan.
Komponen
pertama adalah perumusan filosofis, sasaran, misi serta vis lembaga pendidikan,
yang kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa, dan analisis kebutuhan
masyarakat.
Komponen
kedua adalah analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan
siswa dan urgensi dari disiplin lmu yang harus diberikan oleh sekolah. Sumber
kurikulum dapat dilihat dari komponen 1 dan 2 ini. Komponen 1 berisi
pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan sangat ideal : sedangkan komponen
2 sudah mengarah kepada tujuan yang lebih khusus.
Komponen
ketiga dan keempat, berisi tentang tujuan umum dan khusus dalam kurikulum, yang
didasarkan pada kebutuhan seperti yang tercantum dalam komponen 1 dan 2.
Sedangkan, dalam komponen 5 bagaimana mengorganisasikan rancangan dan
mengimplementasikan kurikulum.
Komponen
6 dan 7 mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan
tujuan khusus pembelajaran.(bagaimana menjabarkan atau perbedaan antara tujuan
umum dan tujuan khusus pembelajaran, akan dijelaskan pada bagian tersendiri).
Apabila
tujuan pembelajaran telah dirumuskan, maka selanjutnya menetapkan strategi
pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan seperti yang terdapat pada
komponen 8. Selama itu pula dapat dilakukan studi awal tentang kemungkinan
strategi atau teknik penilaian yang akan digunakan (komponen 9 A). Selanjutnya
perkembangan kurikulum diteruskan pada komponen 10 yaitu mengimplementasikan
strategi pembelajaran.
Setelah
strategi diimplementasikan, pengembang kurikulum kembali pada komponen 9 yaitu
komponen 9 B untuk menyempurnakan alat atau teknik penilaian.teknik penilaian
seperti yang telah ditetapkan pada komponen 9 A bisa ditambah atau direvisi
setelah mendapatkan masukan dari pelaksanaan atau implementasi kurikulum.
Dari
penetapan alat dan teknik penilaian itu, maka selanjutnya pada komponen 11 dan
12 dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.
Menurut
Oliva, model yang dikembangkan ini dapat digunakan dalam beberapa dimensi.
Pertama, untuk penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus,
misalkan penyempurnaan kurikulum bidang studi tertentu disekolah, baik dalam
tataan perencanaan kurikulum, maupun dalam proses pembelajaran. Kedua, model
ini juga dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang suatu program
kurikulum. Ketiga, model ini dapat digunakan dalam mengembangkan program
pembelajaran secara khusus.
4. Model Bauchamp
Model
ini dinamakan system Beauchamp, karena memang diciptakan dan dikembangkan oleh
Bauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan ada lima langkah dalam
proses pengembangan kurikulum.
a.
Menetapkan wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum.
Wilayah itu bias terjadi pada hanya satu sekolah, satu kecamatan, kabupaten,
atau mungkin tingkat provinsi dan tingkat nasional.
b.
Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pngembangan kurikulum.
Ia menyarankan untuk melibatkan seluas-luasnya para tokoh di masyarakat. Baik
itu para ahli/ spesialis kurikulum, para ahli pendidikan serta para
professional dalam bidang lain.
c.
Menetapkan prosedur yang akan ditempuh, yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum
dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta menetapkan
evaluasi. Keseluruhan prosedur itu selanjutnya dapat dibagi dalam lima langkah:
1). Membentuk tim
pengembang kurikulum
2). Melakukan penilaian
terhadap kurikulum yang sedang berjalan
3). Melakukan studi
atau penjajakan tentang penentuan kurikulum baru
4). Merumuskan kriteria
dan alternative pengembang kurikulum
5). Menyusun dan
menulis kurikulum yang dikehendaki
d.
Implementasi kurikulum. Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang
berbagai hal yang dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung
terhadap efektivitas penggunaan kurikulum.
e. Melaksanakan
evaluasi kurikulum yang menyangkut:
1).
Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di sekolah
2).
Evaluasi terhadap desain kurikulum
3).
Evaluasi keberhasilan amak didik
4).
Evaluasi system kurikulum
5.
Model
Wheeler
Menurut Wheller, pengembangan
kurikulum merupakan suatu proses ynag membentuk lingkaran yang terjadi secara
terus menerus. Dimana ada lima fase (tahap). Setiap tahap merupakan pekerjaan
yang berlangsung secara sistematis atau berturut. Artinya, kita tidak mungkin
dapat menyelesaikan tahapan kedua manakala tahapan pertama belum terselesaikan.
Namun demikian, manakala setiap tahap sudah selesai dikerjakan, kita akan
kembali pada tahap awal. Deikian proses pengembangan sebuah kurikulum berlangsung
tanpa ujung.
Wheller berpendapat,
pengembangan kurikulum terdiri atas lima tahap, yakni:
a. Menentukan tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum bisa merupakan tujuan yang bersifat normatif yang
mengandung tujuan filosofis (aim) atau tujuan pembelajaran umum yang
bersifat praktis (goals). Sedangkan
tujuan khusus adalah tujuan yang bersifat spesifik dan observable (objective) yakni tujuan mudah di ukur
ketercapianya.
b. Menentukan pengalaman belajar yang
mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam
langkah pertama.
c. Menentukan isi atau materi
pembelajaran sesuai dengan pengelaman belajar.
d. Mengorganisasi atau menyatukan
pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar.
e. Melakukan evaluasi setiap fase
pengembangan dan pencapaian tujuan.
Dari langkah-langkah pengembangan
kurikulum yang dikemukakan Wheller, maka tampak bahwa pengembangan
kurikulum membentuk sebuah siklus (lingkaran).
Pada hakikatnya setiap tahapan pada siklus
membentuk sebuah sistem yang terdiri dari komponen-komponen pengembangan yang saling bergantung satu sama lainya.
6.
Model
Nicholls
Dalam bukunya Developing a Curriculum: a Practical Guide (1978), Howard Nicholls
menjelaskan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas elemen-elemen
kurikulum yang membentuk siklus.
Model pengembangan kurikulum Nicholls menggunakan pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nicholls digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan situasi.Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu:
a. Analisis sesuatu
b. Menentukan tujuan khusus
c. Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran
d. Menentukan dan mengorganisasi metode
e. Evaluasi
7.
Model
Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model pengembangan kurikulum yang ia
namakan model Dynamic, adalah model pngembangan kurikulum pada level sekolah (School Nased Curriculum Development).
Skilbeck menjelaskan model ini diperuntukkan untuk
setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
sekolah. Agar proses pengembangan berjalan dengan baik, maka setiap pengembang
termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok yang dimulai dari mennganalisis
situasi sampai pada melakukan penilaian. Skilbeck menganjurkan model
pengembangan kurikulum yang ia susun dapat dijadikan alternative dalam
pengembangan kurikulum tingkat sekolah. Menurut Skilbeck langkah-langakah
pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
b. Memformulasikan tujuan
c. Menyususn program
d. Interpretasi dan implementasi
e. Monitoring, feedback, penilaian, dan rekonstruksi
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendekatan pengembangan kurikulum ada 2 jenis, yaitu
Pendekatan Top Down sebagai pendekatan dengan sistem komando dari atas ke
bawah, dan Pendekatan Grass-Root sebagai inisiatif pengembangan kurikulum yang
dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar
pada lingkungan yang lebih luas, atau disebut juga pengembangan kurikulum dari
bawah ke atas.
Sedangkan
Model-model pengembangan
kurikulum meliputi:
1. Model Tyler,
2. Model taba
3. Model Oliva
4. Model beauchamp
5. Model Wheeler
6. Model Nicholls
7. Model dynamic skilbeck
B.
Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat menambah
pengetahuan para calon pendidik tentang pendekatan dan model pengembangan
kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya Wina. 2008. Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Kencana
http://www.scribd.com/doc/32248702/Prinsip-Pengembangan-Kurikulum-Endick
http://www.scribd.com/doc/32248702/Prinsip-Pengembangan-Kurikulum-Endick
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/pengembangan-kurikulum/
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061986011-AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Model_Pengenbamgan_Kurikulum.pdf tgl 28-02-2012 pada jam 17:55
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061986011-AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Model_Pengenbamgan_Kurikulum.pdf tgl 28-02-2012 pada jam 17:55
0 komentar:
Posting Komentar