BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah
sosiologi diperkenalkan oleh Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari Prancis pada tahun 1839. Auguste Comte
membuat istilah sosiologi dari gabungan dua kata yang berasal dari bahasa yang
berlainan yaitu Socius yang berasal
dari bahasa latin yang berarti kawan, dan Logos
yang berasal dari kata Yunani yang berarti kata atau berbicara. Jadi Sosiologi
berarti berbicara mengenai masyarakat.
Di dalam
pengertian Sosiologi masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan
individu atau sebagai
penjumlaha n
dari individu semata, melainkan sebagai suatu pergaulan hidup. Oleh karena
manusia itu hidup bersama, dan masyarakat sebagai suatu sistem yang terbentuk karena
hubungan dari anggotanya.
Munculnya sosiologi dikarenakan oleh adanya revolusi
Perancis yang menyebabkan kekacauan dan permasalahan. Untuk mencari solusi dari
permasalahan yang terjadi, Comtee merumuskan filsafat positivistik untuk mengembalikan
masyarakat yang damai tanpa mereduksi kemerdekaan berpolitik.
Auguste Comte
sebagai pelopor perkembangan sosiologi, dimana beliau pulalah yang membedakan
antara ruang lingkup dan isi sosiologi
dari ruang lingkup dan
isi-isi ilmu pengetahuan lain. Menurut Comte tentang
perkembangan manusia dan pemikirannya, melalui 3 tahap perkembangan yakni
teologis, metafisik, dan positivistik. Munculnya tiga tahapan perkembangan
masyarakat tsb menggambarkan perkembangan masyarakat dari tradisional menuju
sosial modern.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas di peroleh beberapa rumusan masalah, yakni:
1. Bagaimanakah
tahap perkembangan masyarakat menurut Comtee?
2. Bagaimanakah
perkembangan masyarakat dari tradisional menuju modern?
3. Apa
kaitan antara paham positivistik dengan pendidikan?
4. Apakah
perbedaan antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern?
C. Tujuan
Tujuan
dari pembahasan materi ini adalah:
1. agar
Mahasiswa mengetetahui teori Comtee tentang perkembangan masyarakat.
2. agar
Mahasiswa megetahui tahap perkembangan masyarakat dalam prespektif Comtee.
3. agar
Mahasiswa mengetahui hubungan antara positivistik dalam pendidikan.
4. agar
Mahasiswa perbedaan antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A. Kajian tentang Masyarakat
Menurut M.J. Herskovits mendefinisikan masyarakat
sebagai kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup
tertentu.
Selo Soemardjan mengartikan masyarakat sebagai
orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Berdasarkan pandangan sosiolog barat yakni Max Weber
mengartikan masyarakat sebagai struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan
oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
Sedangkan menurut Paul B.Horton mendefinisikan
masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama cukup
lama, mendiami wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan
sebagian besar kegiatan dalam kelompok
tersebut. (Elly M.Setiadi & Usman Kolip. 2011:35-36).
Dari beberapa definisi masyarakat yang di kemukakan
oleh para ahli dapat ditarik benang merah bahwa masyarakat merupakan sekumpulan
manusia yang membentuk struktur, yang menempati suatu wilayah tertentu dalam
waktu yang relatif lama serta memiliki kebudayaan dan nilai-nilai yang mengatur
kehidupan mereka.
B.
Kajian
tentang Masyarakat Tradisional
Menurut Rentelu, Pollis, dan Schaw masyarakat
tradisional adalah masyarakat yang hidupnya statis, tidak ada perubahan sama
sekali, tidak ada dinamika yang timbul dalam kehidupannya. Statis disini dapat
di artikan selalu sama dari hari kehari. Sekalipun anggota masyarakatnya semakin
hari terus bertambah akibat reproduksi
atau berkurang karena kematian, semuanya tidak mengubah kehidupan mereka
sehari-hari. (sumber: http://www.anneahira.com/pengertian-masyarakat-tradisional.htm)
C.
Kajian
tentang Masyarakat Modern
Masyarakat
modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya memunyai orientasi nilai
budaya yang terarah ke kehidupan dalam peraadaban masa kini. Masyarakat modern
telah bebas dari kekuasaan adat istiadat lama. Masyarakat modern umumnya telah
tinggal di daerah perkotaan sehingga disebut juga masyarakat kota. (sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1997485-masyarakat-tradisional-dan-masyarakat-modern/)
Menurut
Elly M.Setadi dan Usman Kolip dalam
Pengantar Sosiologi, masyarakat modern adalah masyarakat yang memusatkan
perhatiannya pada produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa yang dalam
hal ini, uang adalah sebagai ukuran umum dan alat tukar. Semua tindakan
masyarakat modern tertuju pada bisnis dan uang. (2011:700).
D.
Kajian
tentang Lembaga Pendidikan
Menurut Imam Syafi’i Lembaga Pendidikan
(baik formal, non formal atau informal) adalah tempat transfer ilmu pengetahuan
dan budaya (peradaban).
Menurut Drs. H. Abu Ahmadi dan Dra. Nur
Uhbiyati Lembaga Pendidikan adalah badan usaha yang bergerak dan bertanggung
jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik.
Menurut Enung K. Rukiyati, Fenti
Himawati Lembaga Pendidikan adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses
pendidikan yang bersamaan dengan proses pembudayaan.
Menurut Prof. Dr. Umar Tirtarahardja dan
Drs. La Sula Lembaga Pendidikan adalah tempat berlangsungnya pendidikan
,khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Berdasarkan pendapat di atas lembaga
pendidikan adalah suatu badan yang mendukung berlangsungnya proses
pendidikan dan pembudayaan melalui
transfer ilmu pengetahuan kepada anak didik.
E.
Kajian
tentang Moderenisasi dan Moderenitas
Menurut Wilbert Moore, moderenisasi adalah
transformasi total masyarakat tradisional atau pra modern ke tipe masyarakat
teknologi (modern) dan organisasi sosial yang menyerupai kemajuan dunia Barat
yang ekonominya makmur dan situasi politiknya stabil (Piotr Sztompka. 2005:152)
Menurut Soerjono Soekanto suatu bentuk perubahan sosial yang merupakan
perubahan sosial terarah ( directed change) yang didasarkan pada suatu perencanaan (social planning).
Harold Rosenberg mengungkapkan bahwa moderenisasi mengacu pada urbanisasi atau sejauh mana dan
bagaimana pengikisan sifat-sifat pedesaan suatu masyarakat berlangsung.
Berdasar pendapat para ahli tersebut, dapat dipahami
bahwa modernisasi merupakan perubahan masyarakat dari masyaraat tradisional ke
masyarakat modern. Bentuk perubahannya adalah perubahan yang terarah yang
didasarkan pada suatu perencanaan yang biasa diistilahkan dengan social planning.
Sedangkan Moderenitas menurut Piotr Sztompka
moderenitas merupakan transformasi sosial, politik, ekonomi, kultural, dan
mental yang terjadi di Barat sejak abad ke-16. Moderenitas meliputi proses
industrialisasi, urbanisasi, rasionalisasi, birikratisasi, demokratisasi,
pengaruh kapitalisme, perkembangan individualisme, dan motivasi untuk
berprestasi, dsb.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Profil
Auguste Comtee
Auguste Comtee bernama lengkap Isidore Auguste Marie
Francois Xavier, lahir di Montpellier,
Perancis
pada 17 Januari
1798
dan meninggal di Paris
pada 5 September 1857
(59 tahun). Ia adalah anak seorang bangsawan yang berasal dari keluarga
berdarah katolik. Namun, diperjalanan hidupnya Comtee tidak menunjukan
loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga kepada katoliknya dan hal tersebut
merupakan pengaruh suasana pergolakan sosial, intelektual dan politik pada
masanya.
Comtee
adalah seorang berkebangsaan Perancis yang pertama kali memberikan nama
sosiologi pada ilmu yang mengkaji hubungan sosial kemasyarakatan, sehingga ia
mendapat julukan Bapak Sosiologi (Elly M.Setiadi & Usman Kolip. 2011:11).
Sejak kecil Comtee telah menunjukkan diri sebagai
seorang yang berpikiran bebas, mempunyai kemampuan berpikir, penganut republik
yang militan, skeptis terhadap ajaran-ajaran katolik, dan kritis terhadap
mahagurunya.
Dalam memahami krisis, Comtee berpendapat harus
melalui pedoman-pedoman berpikir ilmiah. Ia kemudian dikenal sebagai pencetus
perspektif pengetahuan positivistik atau filsafat positivistik, sebagai bentuk
perlawanan terhadap filsafat dan cara berpikir yang melandasi para filosof
pencerahan.
Sebagai wujud perlawanannya terhadap filsafat
negatif yang mendasari pencerahan dan evolusi Perancis, Comtee secara tegas
menolak perubahan revolusioner. Dia menganjurkan perubahan evolusi. Teori
evolusi inilah kemudian yang mendorong lahirnya hukum tiga tahap perkembangan
masyarakat yakni teologis, metafisika, dan positif. (Zainuddin Maliki.
2010:62-63)
B. Tahap Perkembangan Masyarakat
Menurut Comtee
Para sosiolog telah melakukan ikhtiar ilmiah untuk
menentukan taraf evolusi perkembangan masyarakat manusia. Di mulai dari Auguste
Comtee dengan karyanya yang berjudul Course
Phylosohie Positive. Beliau menekankan hukum perkembangan masyarakat yang
terdiri dari tiga jenjang, yaitu jenjang teologi dimana manusia mencoba
menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu pada hal yang bersifat
adikodrati. Taraf perkembangan
selanjutnya disusul pencapaian manifestasi kemampuan manusia untuk menangkap
fenomena lingkungan dengan menyadarkan pada kekuatan-kekuatan metafisika atau
abstrak. Hingga pada level tertinggi, taraf positif. Iklim kehidupan demikian
di tandai dengan prestasi kemampuan manusia untuk menjelaskan gejala alam
maupun sosial berdasar pada deskripsi ilmiah melalui pemahaman kekuasaan hukum
objektif. Dari pengertian tersebut perwujudan manusia positivis hanya mampu di
topang oleh orientasi pendidikan yang sudah terlembaga secara mantap melalui
aplikasi fungsi sekolah-sekolah modern. (Elly M.Setiadi&Usman
Kolip.2011:911).
Comte meyakini ilmu sosiologi harus bersifat sains (scientific) dengan landasan filsafat
positif (positive philosophy).
Kelahiran ilmu sosiologi ini tidak lepas dari dinamika sosial masyarakat Eropa,
Perancis khususnya dimana Comte hidup, pada waktu itu.
Revolusi di Perancis pada tahun 1789 melahirkan
harapan baru terhadap politik liberal yang diperjuangkan sejak kekuasaan
monarki absolute para kaisar di Eropa. Walaupun demikian, revolusi ini juga
menyebabkan kekacauan sosial dan ketidakmapanan struktur masyarakat. Comte
merumuskan filsafat positif yang semangatnya mengembalikan masyarakat yang
damai tanpa mereduksi kemerdekaan berpolitik.
Dalam buku realitas sosial dijelaskan bahwa inti
ajaran Comte yaitu sejarah pokoknya adalah proses perkembangan bertahap dari
cara manusia berfikir dan proses ini bersifat mutlak, universal, dan tak
terelakkan. Teori evolusi Comte tidak menganut determinisme yang radikal walaupun ia berpendapat bahwa proses
evolusi akal budi serta pemantulannya oleh masyarakat berjalan terus dan pasti
mencapai tujuannya, namun menurut dia manusia masih juga memainkan peranan
bebas. Oleh peranan manusia dapat mempercepat atau memperlambat datangnya zaman
baru. Selain itu, manusia dapat mengadakkan variasi tiga faktor yang disebut
berpengaruh atas adanya variasi yaitu suku bangsa, iklim dan strategi. Namun
demikian semakin manusia menyadari bahwa hukum evolusi bersifat pasti, dan
mendukungnya , semakin cepat masyarakat baru akan terwujud.
Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian
yaitu Social Statics dan Social Dynamic. Social statics
dimaksudkannya sebagai suatu study tentang hukum– hukum aksi dan reaksi antara
bagian– bagian dari suatu sistem sosial. Social statics merupakan
bagian yang paling elementer dari ilmu sosiologi, tetapi dia bukanlah bagian
yang paling penting dari study mengenai sosiologi, karena pada dasarnya social
statics merupakan hasil dari suatu pertumbuhan. Bagian yang paling penting
dari sosiologi menurut Auguste Comte adalah apa yang disebutnya dengan social
dynamic, yang didefinisikannya sebagai teori tentang perkembangan dan
kemajuan masyarakat. Karena social dynamic merupakan study tentang
sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu
sendiri.
Social
dynamics adalah teori tentang perkembangan manusia. Comte
tidak membicarakan tentang asal usul manusia karena itu berada di luar batas
ruang lingkup ilmu pengetahuan. Karena ajaran filsafat positif yang diajukannya
mengatakan bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah dapat dibuktikan dalam
kenyataan. Dia berpendapat bahwa di dalam masyarakat terjadi perkembangan yang
terus menerus, sekalipun dia juga menambahkan bahwa perkembangan umum dari
masyarakat tidak merupakan jalan lurus. Ada banyak hal yang mengganggu
perkembangan suatu masyarakat seperti faktor ras manusia sendiri, faktor iklim
dan faktor tindakan politik.
Sedangkan social statics dimaksudkan Comte
sebagai teori tentang dasar masyarakat. Comte membagi sosiologi kedalam dua
bagian yang memiliki kedudukan yang tidak sama. Sekalipun social statics
adalah bagian yang lebih elememter didalam sosiologi tetapi kedudukannya tidak
begitu penting dibandingkan dengan social dynamics. Fungsi dari sosial
statics adalah untuk mencari hukum – hukum tentang aksi dan reaksi dari
pada berbagai bagian didalam suatu sistem sosial. Sedangkan dalam sosial
statics mencari hukum – hukum tentang gejala – gejala sosial yang
bersamaan waktu terjadinya. Didalam sosial statics, terdapat 4 doktrin
yaitu doktrin tentang individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Pembagian sosiologi kedalam dua bagian ini bukan
berarti akan memisahkannya satu sama lain. Bila social statics
merupakan suatu study tentang masyarakat yang saling berhubungan dan akan
menghasilkan pendekatan yang paling elementer terhadap sosiologi, tetapi study
tentang hubungan– hubungan sosial yang terjadi antara bagian – bagian itu tidak
akan pernah dapat dipelajari tanpa memahaminya sebagai hasil dari suatu
perkembangan. oleh karena itu, Comte berpendapat bahwa tidaklah akan dapat
diperoleh, suatu pemahaman yang layak dari suatu masalah sosial tanpa
mengguanakan pendekatan social dynamic atau pendekatan historis.
Meskipun perspektif teoritis comte mencakup statika
dan dinamika sosial, (ahli sosiologi sekarang lebih menyebutnya struktur dan
perubahan). Comte menjelaskan bahwa tujuannya yang menyeluruh adalah “untuk
menjelaskan setepat mungkin gejala perkembangan yang besar dari umat manusia
dengan semua aspeknya yang penting, yakni menemukan mata rantai yang harus ada
dari perubahan-perubahan umat manusia mulai dari kondisi yang hanya sekedar
lebih tinggi daripada suatu masyarakat kera besar, secara bertahap menuju ke
tahap peradapan eropa sekarang ini”.
Hukum tiga tahap merupakan usaha comte untuk
menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampai modern.
Ini membawa kita kepada landasan pendekatan comte yakni teori evolusinya atau
tiga tahap tingkatan. Teori ini mengemukakan adanya tiga tingkatan intelektual
yang harus dilalui dunia di sepanjang sejarahnya. Menurut comte proses evolusi
ini melalui tiga tahapan utama:
1.
Tahapan teologis, yaitu akal budi
manusia, yang mencari kodrat manusia, yakni sebab pertama dan sebab akhir dari
segala akibat – singkatnya, pengetahuan absolute, mengandaikan bahwa semua
gejala dihasilkan oleh tindakan langsung dari hal-hal supranatural. Comte
membagi lagi tahap ini menjadi tiga tingkat yaitu:
1)
Kepercayaan
terhadap kekuatan jimat ( fetishisme)
Kepercayaan
terhadap jimat menandai awal teologis umat manusia. Di tingkat ini manusia
membayangkan semua benda yang ada di alam ini dihidupkan oleh kekuatan yang
sama yang menghidupkan dirinya. Pada tingkat ini kekuasaan mulai muncul (
kekuasaan ketua suku, dukun, dll). Prilaku lebih banyak didasarkan pada
kepasrahan dan kepura-puraan disbanding dengan pertimbangan akal. Mulai ada
usaha menaklukan alam. Kehidupan keluarga mulai muncul.
2)
Kepercayaan
terhadap banyak dewa (polyteisme)
Pada
periode ini mumcul kehidupan kota, pemilikan tanah menjadi institusi social,
muncul system kasta dan berperang dianggap sebagai satu-satunya cara untuk
menciptakan kehidupan politik yang langgeng.
3)
Kepercayaan
terhadap keesaan Tuhan (monotheisme)
Tahap ini mulai terjadi modifikasi sifat teologi dan sifat
kemiliteran teologis. Gereja gagal memberikan basis yang langgeng bagi
kehidupan social. mulai terjadi emansipasi wanita dan tenaga kerja. Gereja dan
Negara dipisahkan oleh tuntutan universal pembedaan sifat gereja dan sifat
local kekuasaan politik. Perang bergeser dari tindakan agresif menjadi tindakan
mempertahankan diri.
2.
Tahapan metafisik, dalam fase metafisik,
atau tahap transisi antara tahap teologis dan positivis. Tahap ini ditandai
dengan suatu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan
dengan akal budi. Atau dengan kata lain akal budi mengandaikan bukan hal
supranatural, melainkan kekuatan-kekuatan abstrak, hal-hal yang benar-benar
nyata melekat pada semua benda.
3.
Tahapan positivistik, Di tingkat ini
fikiran manusia tidak lagi mencari id-ide absolute, yang asli dan yang
mentakdirkan alam semesta dan yang menjadi penyebab fenomena tetapi mencari
hukum-hukum yang menentukan fenomena artinya menemukan rangkaian hubungan yang
tidak berubah-ubah dan kesamaannya. Nalar dan pengamatan menjadi alat utama
dalam berpikir. Tata masyarakat yang akhirnya akan lahir dari berpikir ini akan
menjadi suatu keadaan ideal dimana faktor-faktor materiil, pikiran dan moral
akan digabungkan dengan tepat untuk mencapai kesejahteraan umat manusia. Ditingkat positif agama dan
kemunusiaan akan muncul, sosiologi akan menjadi pendeta agama baru dan akan
membingbing manusia dalam kehidupan yang harmonis. Kemajuan terjadi melalui
penggunaan nalar dalam tingkat positif dari sejarah. Menurut Comte tiga faktor
yang menyebabkan manusia ingin maju yaitu:
1)
Tingkat
kebosanan
2)
Lamanya
umur manusia
3)
Faktor
demografi (pertambahan jumlah penduduk, tingkat kepadatan, mobilitas penduduk).
C. Perkembangan Masyarakat dari
Tradisional Menuju Modern
Pertama kali sosiologi
berkembang di Benua Eropa sebagai akibat dari adanya revolusi Perancis dan
revolusi industri di Inggris. Sebelum bergulirnya revolusi, masyarakat Eropa berada
dalam pola-pola kehidupan tradisional yang diwarnai oleh sistem sosial yang
foedalistik. Kondisi foedalistik ini dilihat dari beberapa indikator dalam
masyarakat yaitu:
1. Ketergantungan
hidupnya pada sektor pertanian dan perkebunan (agraris).
2. Ukuran
kelas sosial selalu didasarkan pada faktor kepemilikian tanah, sehingga
orang-orang yang memiliki tanah yang luas atau tuan tanah menempati kelas
sosial teratas.
3. Pembedaan
status sosial kemasyarakatan dengan gelar-gelar kebangsawanan seperti raden (di
Jawa), sir (di Inggris) dsb.
4. Pola-pola
hubungan perekonomian lebih banyak di dominasi oleh pola-pola hubungan antara
tuan tanah dan buruh tani, petani penggarap dan penyewa tanah pertanian.
Sebagian masyarakat
menganggap sistem foedalisme sebagai pola kehidupan yang didominasi oleh
berbagai ketidakadilan, terutama dalam pola-pola pembagian aset kepemilikan dan
hasil pertanian. Dalam kasus Perancis, ketidakadilan tersebut menjadi
bertambah-tambah akibat totaliter yang diterapkan dalam pemerintahan kerajaan
tersebut (Elly M.Setiadi & Usman Kolip. 2011:8-9)
Karena itu, lahirlah
revolusi industri yang diharapkan akan mengubah pola kehidupan masyarakat
tradisional ke pola modern. Namun, kenyataannya revolusi industri justru
menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih buruk yaitu anarkis, akibat
hancurnya tatanan pemerintahan di Perancis. Revolusi tersebut rusak akibat
sistem tradisional yang foedalistik. Bukan hanya gagal mengubah kelas sosial
yeng mengotak-kotakkan masyarakat, tetapi membuat pengkotak-kotakan mayarakat
semakin menjadi-jadi.
Berangkat dari
persoalan itulah, Auguste Comtee berusaha mencari jawaban dari persoalan
tersebut secara ilmiah melaui sosiologi yang Ia cetuskan pertama kali sebagai
bidang yang mengkaji hubungan sosial kemasyaraatan, sehingga membawa perubahan
masyarakat ke arah moderenitas dan moderinisasi.
D.
Positivistik dalam Pendidikan
Filsafat positivisme mendapat tempat
dalam ilmu sosial melalui Aguste Comte (1798-1857). Positivisme ilmu sosial
mencita-citakan ilmu yang bebas niali, objektif, terlepas dari perasaan
subjektif seperti moralitas dan kepentingan. Semangat ini menyajikan
pengetahuan yang universal yang terlepas dari konteks dan sejarah. Pengetahuan
yang terlepas dari ruang dan waktu. Positivisme merupukan usaha membersihkan
pengetahuan dari kepentingan untuk melahirkan teori yang bebas nilai dari
subjektivitas manusia (Novri Susan. 2009:12).
Sosiologi Comte menandai
positivistik awal dalam ilmu sosial, mengadopsi saintisme ilmu alam yang
menggunakan prosedur-prosedur metodologis ilmu alam dengan mengabaikan
subjektivitas, hasil penelitian dapat dirumuskan ke dalam formulasi-formulasi
(postulat) sebagaimana ilmu alam. Sehingga ilmu sosial bersif teknis, yaitu
menyediakan ilmu-ilmu sosial yang bersifat instrumental murni dan bebas nilai.
Positivisme adalah kesadaran
positivistis tentang kenyataan sebagaimana juga pengamatan oleh ilmu-ilmu alam.
Dalam Dictionary of Philosophy and
Religion (1980) Resee mendefisikan positivisme sebagai kerabat filsafat
yang bercirikan metode evaluasi sains saintifik pada tingkat ekstrem. Seperti
layaknya sebuah system pemikiran positivisme pada dasarnya mempunyai pijakan;
logika empirisme, realitas objektif, reduksionisme, determinisme, dan asumsi
bebas nilai. Lingkungan Wina adalah kelompok pendukung mazhab positivis pada
filsafat abad mutakhir. Mereka menolak pembedaan ilmu-ilmu alam dari ilmu
sosial. Pernyataan-pernyataan tanpa bukti empiris, seperti etika, estetika, dan
metafisika adalah omong kosong. Lingkungan Wina secara gigih memperjuangkan
bersatunya semua ilmu pengetahuan ke
dalam rumusan ilmiah yang universal (Novri Susan. 2009:13).
pendidikan
sejatinya ditujukan untuk membantu memanusiakan manusia. Pendidikan tersebut
harus mencakup unsur jasmani, rohani dan kalbu. Implementasi ketiga unsur itu
dalam format pendidikan niscaya menghasilkan lulusan dengan nilai kemanusiaan
yang tinggi. Filsafat pendidikan positivisme akan membantu guru sebagai
pendidik untuk pendalaman pikiran bagi penyusunan kurikulum dan pembelajaran
serta pendidikan siswanya di sekolah dan mengaitkannya dengan factor-faktor
spiritual, social, ekonomi, budaya dan lain-lain, dalam berbagai bidang
kehidupan untuk menciptakan insane yang sempurna baik lahir maupun batinnya.
Pendidikan
merupakan suatu proses yang sangat kompleks dan berjangka panjang, di mana
berbagai aspek yang tercakup dalam proses saling erat berkaitan satu sama lain
dan bermuara pada terwujudnya manusia yang memiliki nilai hidup, pengetahuan
hidup dan keterampilan hidup. Prosesnya bersifat kompleks dikarenakan interaksi
di antara berbagai aspek tersebut, seperti guru, bahan ajar, fasilitas, kondisi
siswa, kondisi lingkungan, metode mengajar yang digunakan, tidak selamanya
memiliki sifat dan bentuk yang konsisten yang dapat dikendalikan. Hal ini
mengakibatkan penjelasan terhadap fenomena pendidikan bisa berbeda-beda baik
karena waktu, tempat maupun subjek yang terlibat dalam proses. Dalam proses
pendidikan tersebut diatas, kurikulum menempati posisi yang menentukan. lbarat
tubuh, kurikulum merupakan jantungnya pendidikan. Kurikulum merupakan
seperangkat rancangan nilai, pengetahuan, dan keterampilan yang harus
ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus dilaksanakan.
Disinilah nilai-nilai positivistik berperan dalam pendidikan, contohnya yaitu
dalam membantu guru sebagai pendidik untuk pendalaman pikiran bagi penyusunan
kurikulum dan pembelajaran.
E. Masyarakat Tradisional dan
Masyarakat Modern
1.
Masyarakat
Tradisional
Masyarakat
tradisional, merupakan masyarakat
sederhana yang sedang menuju masyarakat yang maju dengan pembagian kerja yang kompleks.
Kehidupan
masyarakat tradisional masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama (warisan
nenek moyang) atau segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau
perbuatan manusia dalam kehidupan sosialnya. Kehidupan mereka belum terlalu
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan
sosialnya.
Namun,
Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat disetiap masyarakat. Suatu
perubahan biasanya cenderung menimbulkan konflik, karena perubahan yang terjadi
mungkin tidak sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan. Perubahan-perubahan
yang terjadi di dalam masyarakat akan menimbulkan ketidaksesuaian antara
unsur-unsur sosial yang ada didalam masyarakat, sehingga menghasilkan suatu
pola kehidupan yang tidak sesuai fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan.
Masyarakat tradisional dapat
disebut dengan masyarakat pedesaan dalam konteks ini karena masyarakat
tradisional cenderung hidup atau berada pada desa-desa pedalaman pada suatu
wilayah.
Sehubungan dengan perspektif Comtee yang
menyatakan bahwa kemajuan suatu peradaban mengikuti suatu pola yang pasti
dan terjadi secara bertahap. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, perubahan peradaban manusia melalui tiga tahap secara berjenjang; dimana
masing-masing tahap memiliki tingkat
pemikiran dan struktur
sosial yang khas atau berbeda satu dengan yang lainnya.
Comte yang percaya bahwa
perubahan tidaklah akan begitu tiba-tiba datangnya dalam masyarakat.
Berdasarkan Teori evolusi comte (unhas &
universitas musamus) mengenai perkembangan masyarakat yang mencangkup tiga
tahap yaitu dari tahap teologis, metafisik, dan positivistik dapat dikemukakan
beberapa pola pikir masyarakat tradisional yakni:
a)
Bersahabat dengan alam. Masyarakat primitif yang hidupnya
masih menjadi obyek bagi alam, belum memiliki hasrat atau mental untuk
menguasai (pengelola) alam atau dapat dikatakan belum menjadi subyek
b)
Kepercayaan tinggi terhadap agama yang dianut. Menganggap ada
roh-roh dalam setiap benda pengatur kehidupan dan dewa-dewa yang mengatur
kehendak manusia dalam tiap aktivitasnya dikeseharian (adikodrati). Sehingga, penelitian tidak berkembang karena ide
adikodrati mendominasi pemikiran umat manusia.
c)
Warisan nenek moyang dan hukum-hukum alam yang sudah ada, hal-hal
yang dianggap sekarang (modern) tidak efisien dan sesuatu yang wajar menjadi
hal-hal yang menjadi dasar dalam mereka bertindak. Ketidaksesuaian atau
perubahan menjadi hal yang tidak dibenarkan.
d) Semua konsepsi teoritik berlandaskan pada kekuatan-kekuatan adikodrati. berbagai
fenomena dipahami sebagai hal atau kejadian yang berasal dari dewa atau Tuhan.
Sehingga penelitian tidak berkembang karena ide adikodrati mendominasi
pemikiran masyarakat.
e)
Kebersamaan keluarga dan kehidupan social merupakan bagian dari
hidup yang memang sudah seharusnya.
Selain itu masyarakat radisional memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Budaya
nenek moyang dan adat istiadat masih sangat kental di masyarakat
b. Memanfaatkan
alam sebagai sumber dalam kehidupan bersama. Mampu menimbulkan adanya
ketergantungan pada masyarakat.
c. Perbudakan,
masyarakat tradisional biasanya diidentikan dengan hal tersebut.
d. Proses
pendidikan masih berlangsung sederhana, belum tersentuh teknologi atau
pemikiran-pemikiran dari luar.
e. kegiatan
perekonomian berlangsung dari hasil-hasil kerja keras pertanian dan pekerjaan-pekerjaan
sederhana lainya.
Pola
pikir masyarakat tradisional yang teologis (berlandaskan adikodrati),
adikodrati menjadi landasan konsepsi
teoritik, fenomena dipahami sebagai hal atau kejadian yang berasal dari dewa atau Tuhan
sehingga para pendeta dari agama-agama yang mereka anut menjadi
penafsir-penafsir gejala-gejala alam dan menjadi sumberr kebenaran pengetahuan.
hal tersebut mengakibatkan pendidikan mereka lebih cenderung pada proses
pembentukan pendidikan agama, dimana sebuah agama mendirikan lembaga-lembaga
social seperti sekolah agama katholik, Kristen atau islam (pesantren) yang
memfokuskan pada proses pendidikan agama masing-masing.
Pendidikan dalam masyarakat tradisional masih cenderung
rendah dari pendidikan pada masyarakat yang sudah maju atau biasanya berada
diwilayah perkotaan. Pendidikan masyarakat tradisional masih bersifat
tradisional, yang dimaksud tradisional disini proses pendidikan yang terjadi
masih sangat sederhana tidak semaju pada pendidikan di masyarakat-masyarakat
jaman sekarang.
2.
Masyarakat
Modern
Sosiologi lahir sebagai
tanggapan intelektual atas periode sejarah tertentu pada abad ke-19 (Elly
M.Setiadi & Usman Kolip. 2011:697). Pada dasarnya pembentukan teori
sosiologi semenjak lahirnya telah dipusatkan pada masyarakat modern. Sebelum masa
modern atau yang sering disebut dengan moderenitas, para sosiolog sepakat bahwa
masa peralihan antara mayarakat tradisional dan modern terletak pada gejala
revolusi industri di Inggris, sebab peristiwa itu membawa dampak yang sangat
spektakuler di dalam struktur sosial masyarakat. Dampak yang paling nyata
adalah peralihan dari struktur masyarakat feodal menjadi struktur masyarakat
kapitalis. Dengan demikian modern ini sendiri lebih dekat dengan suatu paham
yang dinamakan kapitalisme. Berdasarkan pada moderenitas itulah, paham/
filsafat positivisme muncul. Filsafat positivisme mendapat tempat dalam ilmu
sosial melalui Auguste Comtee.
Auguste Comtee
mengajukan beberapa ciri tatanan sosial baru (moderenitas) sebagai berikut: (1)
konsentrasi tenaga kerja di pusat urban, (2) pengorganisasian pekerjaan yang
ditentukan berdasarkan efektifitas dan keuntungan, (3) penerapan ilmu dan
teknoogi, (4) munculnya antagonisme terpendam atau nyata antara majikan dan
buruh, (5) berkembangnya ketimpangan dan ketidakadilan sosial, (6) sistem
ekonomi berlandaskan usaha bebas dan kompetisi terbuka (Piotr Sztompka.
2005:82).
Menurut Krisham Kumar masyarakat
modern/ moderenitas memilki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Individualistik, bahwa
yang memegang peran sentral dalam masyarakat yaitu individu, bukan komunitas,
kelompok, suku, atau bangsa.
b) Diferensiasi, adalah pembagian kerja dalam sejumlah
pekerjaan besar.
c)
Rasionalitas
d) Ekonomisme, seluruh
aspek kehidupan sosial didominasi oleh aktivitas ekonomi, tujuan ekonomi,
kriteria ekonomi, dan prestasi ekonomi.
e)
Perkembangan
Ciri-ciri
tersebut membedakan antara masyarakat tradisional dengan masyarakat modern.
Begitu juga dalam pendidikan. Dalam masyarakat modern pendidikan memisahkan anak
dari orang tuanya untuk memperoleh ketampilan (ilmu pengetahuan dan teknologi)
serta akan membutuhkan waktu yang lebih panjang dari pada masyarakat sederhana.
Dengan didirikannya lembaga-lembaga formal (sekolah) membuat mereka lebih
banyak terpisah dengan lingkungan masyarakat mereka sendiri. Bentuk-bentuk
lembaga pendidikan dalam masyarakat modern seperti sekolah-sekolah SMA, SMP,
SD, TK,dll.
Hal ini
mengakibatkan anak-anak dalam masyarakat meodern akan terasing dengan
lingkungan masyarakatnya yang pada akhirnya akan mengurangi kepedulian di antara
mereka.
Dalam
masyarakat modern pengetahuan yang akan diajarkan akan membutuhkan seorang
tenaga pengajar yang professional. Hal ini berimplikasi dengan cara pandang
mereka bawah mereka akan dapat memetik keuntungan ataupun kerugian dari
spesialisasi, pengetahuan dan keahlian yang telah mereka kuasai.
BAB
III
KESIMPULAN
Munculnya sosiologi sebagai bentuk pemikiran dari
Auguste Comtee berdasar dari beberapa alasan, yakni terjadinya revolusi di
Perancis dan revolusi Industri di Inggris.
Kelahiran ilmu sosiologi ini tidak lepas dari dinamika sosial masyarakat
Eropa, Perancis. Revolusi ini juga menyebabkan kekacauan sosial dan ketidakmapanan
struktur masyarakat. Comte merumuskan filsafat positif yang semangatnya
mengembalikan masyarakat yang damai tanpa mereduksi kemerdekaan berpolitik.
Pada dasarnya inti ajaran Comte yaitu sejarah
pokoknya proses perkembangan masyarakat yang bertahap, yakni melalui tahap
teologis, metafisik dan positivistik. Perkembangan ini dimulai dari perubahan
masyarakat tradisional menuju sosial modern.
Dari pembahasan di atas dapat ditemui perkembangan
dan perbedaan masyarakat tradisional dengan modern, tak terkecuali lembaga
pendidikan yang ada dalam masyarakat tradisional dan modern.
DAFTAR
PUSTAKA
Elly
M.Setiadi & Usman Kolip. 2011. Pengantar
Sosiologi. Jakarta: KENCANA.
Susan Novri. 2009. Sosiologi Konflik (isu-isu konflik kontemporer). Jakarta: Kencana.
Sztompka, Piotr. 2005. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.
Zainuddin Maliki. 2010. Sosiologi Pendidikan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
http://agussetiaman.wordpress.com/. Diakses pada hari Minggu 29 April.
http://denisayuningtyas.blogspot.com/2012/01/auguste-comte.html.
Diakses pada hari Minggu 29 April 2012.
http://ifzanul.blogspot.com/2010/06/masyarakat-tradisional
masyarakat.html. Diakses
pada hari Jumat, tanggal 4 Mei 2012.
Teori Modernisasi Klasik. Program Pascasarjana, Kerjasama Unhas-
Universitas Musamus.ppt. Diakses
pada hari Jumat, tanggal 4 Mei 2012.
http://kangsaviking.wordpress.com/lembaga-pendidikan-sebagai-agen-perubahan/.
Diakses pada hari Minggu, tanggal 6 Mei 2012.
http://id.shvoong.com/social-sciences/1997485-masyarakat-tradisional-dan-masyarakat-modern/.
Diakses pada hari Minggu, tanggal 6 Mei 2012.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2190367-pengertian-lembaga-pendidikan-secara-umum/. Diakses pada hari Minggu, tanggal 6 Mei
2012.
http://www.anneahira.com/pengertian-masyarakat-tradisional.htm.
Diakses pada hari Minggu, tanggal 6 Mei 2012.
0 komentar:
Posting Komentar