BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendekatan berbasis masalah (problem based learning) memang sesuatu
yang bisa dikatakan sedang “in” di dunia pendidikan saat ini. Apalagi untuk
konteks kita yang ada di Indonesia, yang mengalami banyak masalah-masalah,
pendekatan Problem Based Learning (PBL)
ini akan memberikan manfaat bagi seluruh aspek kehidupan kita. Baik bagi
instuisi pendidikan, pendidik, pemelajar, instuisi pengguna, dan dalam skala
yang lebih besar lagi, bagi bangsa kita. Kita harus membuat para pemelajar kita
“terberdayakan” dengan proses yang mereka alami selama sekolah. Problem Based Learning (PBL) adalah
salah satu pendekatan learned centered
yang
tepat untuk mewujudkan itu.
Dalam proses PBL, pemelajar dapat
menyeimbangkan pemanfaatan otak kanan dan otak kirinya. Mereka belajar untuk
tidak hanya memanfaatkan otak kirinya yang berfikir konvergen dimana hanya ada
satu solusi yang benar. Mereka juga terlatih berfikirsecara divergen, melihat
berbagai kemungkinan solusi, sebelum akhirnya melakukan analisis untuk sebuah
solusi terbaik. Kita harus terus berupaya mengembangkan pendidikan yang learned
centered di sekolah-sekolah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan terkait, menyebarkan konsep-konsepnya, dan menunjukkan
manfaat-manfaatnya. Faktanya PBL menjadi perbincangan yang cukup “hot” di
kalangan pendidikan sejak 5 tahun terakhir.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa definisi dari model
Problem Based Learning?
2.
Apa masalah-masalah
yang dihadapi dalam pembelajaran?
3.
Bagaimana langkah
proses model Problem Based Learning?
4.
Bagaimana penilaian
proses model Problem Based Learning?
5.
Bagaimana keunggulan
dan kelemahan model Problem Based
Learning?
6.
Bagaimana aplikasi
model Problem Based Learning?
BAB
II
PEMBAHASAN
1)
Definisi
Model Problem Based Learning
Problem
Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses
pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut
mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam
memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki
kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan
pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan
yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.
Dalam proses PBL,
sebelum pembelajaran dimulai, pemelajar, bekerja sama dalam kelompok, mencoba
memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki dan sekaligus mencari informasi-informasi baru yang relefan untuk
solusinya. Di sini tugas pendidik adalah mencari fasilitator yang mengarahkan
pemelajar untuk mencari dan menemukan solusi yang diperlukan (hanya mengarahkan, bukan menunjukkan),
dan juga sekaligus menentukan kriteria pencapaian proses pembelajaran itu.
Karakteristik yang
tercakup dalam proses Problem Based
Learning, diantaranya:
Ø Masalah
digunakan sebagai awal pembelajaran
Ø Biasanya,
masalah yang digunakan merupakan masalah dalam dunia nyata yang disajikan
secara mengambang (ill-structured).
Ø Masalah
biasanya menuntut perspectif majemuk (multiple perspective). Solusinya
menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab
perkuliahan (atau SAP) atau lintas ilmu ke bidang lainnya.
Ø Sangat
mengutamakan belajar mandiri (self directed learning). Memanfaatkan
sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pecarian,
evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting.
Ø Pembelajarannya
kolaboratif, kooperatif, dan komunikatif. Pemelajar bekerja dalam kelompok,
berinteraksi, saling mengajarkan (peer
teaching), dan melakukan presentasi.
Salah satu perbedaan
antara Problem Based Learning dengan
metode pembelajarn yang konvensional adalah terletak pada penyajian sebuah
masalah. Bahwa yang namanya belajar tidak hanya sekedar mengingat (menghafal),
meniru, mencontoh. Begitu pula, dalam PBL, yang namanya “masalah” tidak sekedar
latihan yang diberikan setelah contoh-contoh soal disajikan. Dalam cara-cara
belajar konvensional, pendidik sering menerangkan, memberikan contoh-contoh
soal sekaligus langkah-langkah untuk menyelesaikan soal.
2)
Masalah-masalah
yang Dihadapi dalam Pembelajaran
1.
Masalah-Masalah
Internal Belajar
Dalam interaksi belajar
mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar
yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan
bahan belajar. Untuk
bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Jika siswa
tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak dapat belajar dengan baik.
Terdapat beberapa faktor intern yang dialamai dan dihayati oleh siswa dan hal
ini akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar. Faktor-faktor tersebut
akan diuraikan sebagai berikut:
1) Sikap
Terhadap Belajar
Sikap merupakan
kemampuan memberikan penilaian tenyang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan
penilaian. Adanya penilaian terhadap sesuatu memberikan sikap menerima, menolak
atau mengabaikannya begitu saja. Selama melakukan proses pembelajaran sikap
siswa akan menentukan hasil dari pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa yang
salah terhadap belajar akan membawa kepada sikap yang salah dalam melakukan
pembelajaran. Sikap siswa ini akan mempengaruhinya terhadap tindakana belajar.
Sikap yang salah akan membawa siswa mersa tidak peduli dengan belajar lagi.
Akibatnya tidak akan terjadi proses belajar yang kondusif. Tentunya hal ini
akan sangat menghambat proses belajar. Sikap siswa terhadap belajar akan menentukan
proses belajar itu sendiri. Ketika siswa sudah tidak pesuli terhadap belajar
maka upaya pembelajaran yang dilakaukan akan sia-sia. Maka siswa sebaiknya
mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.
2) Motivasi
Belajar
Tidak diragukan bahwa
dorongan belajar mempunyai peranan besar dalam menumbuhkan semangat pada siswa
untuk belajar. Karena seorang siswa meski memiliki semangat yang tinggi dan
keinginan yang kuat, pasti akan tetap ditiup oleh angin kemalasan, tertimpa keengganan
dan kelalaian. Maka tunas semangat ini harus dipelihara secara terus menerus. Motivasi belajar
merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya
motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya
mutu belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu motivasi belajar pada diri
siswa perlu diperkuat terus menerus.
Motivasi
yang diberikan dapat meliputi penjelasan tentang keutamaan ilmu dan keutamaan
mencari ilmu. Bila siswa mengetahui betapa besarnya keutamaan sebuah ilmu dan
betapa besarnya ganjaran bagi orang yang menuntut ilmu, maka siswa akan merasa
haus untuk menuntut ilmu. Selain itu bagaimana seorang gurumampu membuat
siswanya merasa membutuhkan ilmu. Bila seseorang merasa membutuhkan ilmu maka
tanpa disuruhpun siswa akan mencari ilmu itu sendiri. Sehingga semangat siswa
untuk menunutut ilmu sangat tinggi, dan hal ini akan memudahkan proses belajar.
3) Konsentrasi
Belajar
Konsentrasi belajar
merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian
tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk
memperkuat perhatian guru perlu melakukan berbagai strategi belajar mengajar
dan memperhatikan waktu belajar serta selingan istirahat. Yang perlu diperhatikan
oleh guru ketika memulai proses belajar ialahsebaiknya seorang guru tidak
langsung melakukan pembelajaran namun seorang guru harus memusatkan perhatian
siswanya sehingga siap untuk melakukan pembelajaran. Sebab ketika awal masuk
kelas perhatian siswa masih terpecah-pecah dengana berbagai masalah. Sehingga
sangat perlu untuk melkukan pemusatan perhatian dengan berbagai strategi. Menurut seorang ilmuan
ahli psikologis kekuatan belajar seseorang setelah tigapuluh menit telah
mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama
beberapa menit. Istirahat ini tidak harus keluar kelas melainkan dapat berupa
obrolan ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks kembali. Dengan
memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat
ditingkatkan.
4) Mengolah
Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar
merupakan kemampuan siswa untuk menrima isi dan cara pemerolehan ajaran
sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar merupakan nilai nilai
dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai kesusilaan, serta nilai
kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan pelajaran menjadi makin baik
jika siswa berperan aktif selama proses belajar. Misalnya, guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang disampaikan, sehingga siswa
benar-benar memahami materi yang telah disampikan. Siswa akan mengolah bahan
belajar dengan baik jika mereka merasa materi yang diampaikan menarik, sehingga
seorang guru sebaiknya menyampaikan materi secara menarik sehingga siswa akan
memusatkan perhatiannya terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
5) Menyimpan
Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan
hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan.
Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam jangka waktu yang pendek
maupun dalam jangka waktu yang panjang. Proses belajar terdiri dari proses
pemasukan , proses pengolahan kembali dan proses penggunaan kembali. Biasanya
hasil belajar yang disimpan dalam jagka waktu yang panjang akan mudah dilupakan
oleh siswa. Hal ini akan terjadi jika siswa tidak membuka kembali bahan belajar
yang telah diberikan oleh seorang guru. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya guru
mengingatkan akan materi yang telah lama diberikan, serta memberikan pertanyaan
yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga mau atau tidak mau siswa akan
berusaha untuk mengingat kembali materi yang telah lama disampaikan serta membuka
kembali buku yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga Ingatan yang
disimpan dalam jangka panjang akan semakin kuat.
6) Menggali
Hasil Belajar Yang Tersimpan
Menggali hasil belajar
yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam
hal baru maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali atau
mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama maka siswa akan memanggil
atau membangkitkan kembalipesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar.
Ada kalanya siswa mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama.
Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya
sendiri. Gangguan tersebut dapat dikarenakan kesukaran penerimaan, pengolahan
dan penyimpanan. Jika siswa tidak memperhatikan dengan baik pada saat
penerimaan maka siswa tidak memiliki apa apa. Jikasiswa tidak berlatih sungguh
sungguh maka siswa tidak akan memiliki ketrampilan.
7) Kemampuan
Berprestasi
Kemampuan berprestasi
atau unjuk hasil belajar merupakan puncak suatu proses belajar. Pada tahap ini
siswa membuktikan hasil belajar yang telah lama ia lakukan. Siswa menunjukan
bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau menstransfer hasil
belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian
siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut
terpengaruh pada proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan,
pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan
pengalaman.
8) Rasa
Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri
timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi
perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian perwujudan diriyang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa.
Semakin sering siswa mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik maka rasa percaya
dirinya akan meningkat. Dan apabila sebaliknya yang terjadi maka siswa akan
merasa lemah percaya dirinya.
9) Intelegensi
Dan Keberhasilan Belajar
Intelegensi merupakan
suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara
terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efisien.
Kecakapan tersebut menjadi actual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar
atau kehidupan sehari-hari.
Dengan
perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang
rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja
yang bermutu rendah . Hal ini akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri.
Oleh karena itu pada tempatnya mereka didorong untuk melakukan belajar dibidang
kterampilan.
10) Kebiasaan
Belajar
Kebiasaan-kebiasaan
belajar siswa akan mempengaruhi kemampunanya dalam berlatih dan menguasai
materi yang telah disampaikan oleh guru. Kebiasaan buruk tersebut dapat berupa
belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan
belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin,
bergaya jantan seperti merokok. Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat
ditemukan di sekolah-sekolah pelosok, kota besar, kota kecil. Untuk sebagian
kebiasaan tersebut dikarenakan oleh ketidakmengertian siswa dengan arti belajar
bagi diri sendiri.
11) Cita-Cita
Siswa
Cita-cita sebagai
motivasi intrinsic perlu didikan. Didikan memiliki cita-cita harus ditanamkan
sejak mulai kecil. Cita-cita merupakan harapan besar bagi siswa sehingga siswa
selalu termotivasi untuk belajar dengan serius demi menggapai cita-cita
tersebut. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi
maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuannya sendiri.
2. Faktor-Faktor
Ekstern Belajar
Proses belajar didorong
oleh motivasi intrinsic siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi,
atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata
lain aktifitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan
baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah
merupakan factor eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan
beberapa factor eksternal yang berpengaruh pada aktifias belajar. Faktor-fsktor
eksternal tersebut adalah sebagai berikut
1) Guru
Sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar
yang mendidik . Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan
keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik pemuda generasi bangsanya. Guru yang
mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi
bidang studi tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri
menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi,
ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagai
manusia. Dengan
penghasilan yang diterimanya setiap bula ia dituntut berkemampuan hidup layak
sebagai seorang pribadi guru. Tuntutan hidup layak tersebut sesuai dengan
wilayah tempat tinggal dan tugasnya. Guru juga menumbuhkan diri secara
professional. Ia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat.
Mengatasi masalah-masalah keutuhan secara pribadi, dan pertumbuhan profesi
sebagai guru merupakan pekerjaan sepanjang hayat. Kemampuan mengatasi kedua masalah
tersebut merupakan keberhasilan guru membelajarkan seorang siswa.
2) Prasarana
Dan Sarana Pembelajaran
Prasarana pembelajaran
meliputi sarana olahraga, gedung sekolah ruang belajar, tempat ibadah, ruang
kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran,
buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media
pengajaran yang lain. Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan
kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa lengkapnya sarana
dan prasarana menentukan jaminan melakukan proses pembelajaran yang baik.
Justru disinilah muncul bagaimana mengolah sarana dan prasaranapembelajaran
sehingga tersenggara proses belajar yang berhasil dengan baik.
3) Kebijakan
Penilaian
Kegiatan penilaian
merupakan proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk
kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut maka proses
belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Hasil belajar
merupakan hasil proses belajar. Pelaku aktif dalam belajar adalah siswa. Pelaku
aktif dalam pembelajaran adalah guru. Dengan demikian, hasil belajar merupakan
hal yang dapat dipandang dari dua sisi, dari sisi siswa hasil belajar merupak
tingkat perkembangan mental yang lebing baik bila dibandingkan pada saat pra
belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah
kognitif, efektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dinilai dari ukuran-ukuran
guru, tingkat sekolah dan tingkat nasional. Jika digolonhkan lulus maka dapay
dikatakan proses belajar siswa dan tindak mengajar guru berhenti sementara.
Jika digolongkan tidak lulus, terjadilah proses belajar ulang bagi siswa dan
mengajar ulang bagi guru.
4) Lingkungan
Sosial Siswa Di Sekolah
Tiap siswa dalam lingkunga
sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam
kehidupan tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan sosial tertentu. Dalam
kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja berkoprasi,
berkompetisi, bersaing, konflik atau perkelahian.
5) Kurikulum
Sekolah
Kurikulum yang
diberlakukan di sekolahadalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah,
atau yayasan pendidikan. Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan
masyrakat. Dengan kemajuan dan perkembangan masyrakat timbul tuntutan kebutuhan
baru dan akibatnya kurikulum sekolah perlu direkonstruksi. Adanya rekonstruksi
itu menimbulkan kurikulum baru. Perubahan kurikulum sekolah menimbulkan masalah
seperti tujuan yang akan dicapai mungkin akan berubah, isi pendidikan berubah,
kegiatan belajar mengajar berubah serta evaluasi beruba.
3)
Langkah
Proses Model Problem Based Learning
Proses
PBL akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang
diperlukan (masalah, formulir pelengkap, dll). Pemelajar pun harus sudah
memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil. Umumnya,
setiap kelompok menjalankan proses yang sering dikenal dengan Proses 7 Langkah. Proses 7 langkah
tersebut diantaranya;
Langkah 1:
Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas
Memastikan
setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah.
Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat
dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam
masalah.
Langkah 2: Merumuskan
Masalah
Fenomena
yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi
di antara fenomena itu. Kadang-kadang ada hubungan yang masih belum nyata
antara fenomenanya, atau ada yang sub-sub masalah yang harus diperjelas dahulu.
Langkah 3: Menganalisis
Masalah
Anggota
mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang
masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum dalam
masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan
dalam tahap ini. Anggota kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana
menjalaskan, melihat alternatif atau hipotesis yang terkait dengan masalah.
Langkah 4: Menata
Gagasan dan Secara Sistematis Menganalisisnya dengan Dalam
Bagian
yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkanmana
yang saling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya.Analisis adalah
upaya memilah-milah sesuatu menjadi bagian-bagian yang membentuknya.
Langkah 5:
Memformulasikan Tujuan Pembelajaran
Kelompok
dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan
mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan pembelajaran
akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat. Inilah yang akan menjadi
dasar gagasan yang akan dibuat di laporan. Tujuan pembelajaran ini juga yang
dibuat menjadi dasar penugasan-penugasan individu di setiap kelompok.
Langkah 6: Mencari
Informasi Tambahan daro Sumber yang Lain (Di Luar Diskusi Kelompok)
Pada
langkah ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah
tahu tujuan pembelajaran. Saatnya mereka harus mencari informasi tambahan itu,
dan menentuka dimana hendak mencarinya. Setiap anggota harus mampu belajar
sendiri dengan efektif untuk tahapan ini, agar mendapatkan informasi yang
relevan, seperti misalnya menentukan kata kunci dalam pemilihan, memperkirakan
topik, penulis, publikasi dari sumber pembelajaran.
Pemelajar
harus memilih, meringkas sumber pembelajaran itu dengan kalimatnya sendiri, dan
mintalah menulis sumbernya dengan jelas. Keaktifan setiap anggota harus
disampaikan oleh setiap individu/ sub kelompok yang bertanggung jawab atas
setiap tujuan pembelajaran. Lapora ini harus disampaikan dan dibahas di
pertemuan kelompok.
Langkah 7: Mensintesa
(Menggabungkan) dan Menguji Informasi Baru dan Membuat Laporan untuk Dosen/
Kelas
Dari
laporan-laporan individu/ sub kelompok, yang dipresentasikan di hadapan anggota
kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi-informasi baru. Anggota yang
mendengar laporan haruslah kritis tentang laporan yang disajikan (laporan
diketik, dan diserahkan ke setiap anggota). Kadang-kadang laporan yang dibuat
menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru yang harus disikapi oleh kelompok.
Pada
langkah ke 7 ini kelompok sudah dapat membuat sintesis; menggabungkannya dan
mengkombinasikan hal-hal yang relevan. Sebagian bagus tidaknya aktivitas PBL
kelompok, akan sangat ditentukan pada tahap ini (untuk kondisi kelas-kelas yang
ada di Indonesia, umumnya proses ini harus terjadi di luar kelas). Di tahap
ini, ketrampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas, mendiskusikan dan
meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam betuk paper /
makalah.
Ke
tujuh langkah ini dapat berlangsung dalam beberapa pertemuan kelompok.
Tergantung kondisi dan kontek yang ada pada setiap kelas, ada yang
menjalankannyadengan 3/ 4 pertemuan. Untuk ketiga kali pertemuan, kira-kira
pembagiannya seperti berikut:
Ø Pertemuan
1; (Langkah 1-5) di kelas, dengan difasilitasi pendidik.
Ø Pertemuan
2; (Langkah 6-7) di luar kelas, pemel;ajar mandiri/ berkelompok.
Ø Pertemuan
3; Presentasi laporan kelompok dan diskusi kelas. Sebelum diskusi didahului
dengan pengklarisfikasian pekerjaan pemelajar oleh pendidik.
4)
Penilaian
Proses Model Problem Based Learning
Dalam
PBI perhatian pembelajaran tidak pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh
karena itu tugas penilaian tidak cukup bila hanya dengan tes tertulis atau tes
kertas dan pensil (paper and pencil test). Teknik penilaian yang sesuai
dengan model ini adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan
hasil penyelidikan mereka.
Tugas
evaluasi yang sesuai untuk model ini terutama terdiri atas menemukan prosedur
penilaian alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa,
misalnya dengan penilaian kinerja dan peragaan hasil.
5)
Keunggulan
dan Kelemahan Model Problem Based
Learning
Ø Kelebihan
1. Peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan dan
terjadi interaksi yang dinamis diantara guru dengan siswa, siswa dengan guru,
siswa dengan siswa.
2. Peserta didik mempunyai keterampilan mengatasi
masalah.
3. Peserta didik mempunyai kemampuan mempelajari peran
orang dewasa.
4. Peserta didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri
dan independen
5. Keterapilan berfikir tingkat tinggi, menurut Resnick
cirri-ciri berfikir tingkat tinggi adalah:
1) Bersifat non-algoritmatik, artinya jalur tindakan
tidak sepenuhnya ditetapkan sebelumnya.
2) Bersifat kompleks, artinya mampu berfikir dalam
berbagai perspektif atau mampu menggunakan sudut pandang.
3) Banyak solusi, artinya mampu mengemukakan dan
menggunakan berbagai solusi dengan mempertimbangkan keuntungan dan kelemahan
masing-masing.
4) Melibatkan interpretasi.
5) Melibatkan banyak criteria, artinya tidak semua yang
menghubung dengan tugas yang ditangani telah diketahui.
6) Melibatkan pengajuan diri proses-proses berfikir.
7) Menentukan makna, menemukan struktur dalam sesuatu
yang tampak tidak beraturan. Mampu mengidentifikasi pola pengetahuan.
8) Membutuhkan banyak usaha.
Ø Kekurangan
1. Memungkinkan peserta didik menjadi jenuh karena harus
berhadapan langsung dengan masalah.
2. Memungkin peserta didik kesulitan dalam memperoses
sejumlah data dan informasi dalam waktu singkat, sehingga PBL ini membutuhkan
waktu yang relatif lama.
6)
Aplikasi
Model Problem Based Learning
Ada
beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum, penerapan model
ini mulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan atau dicari pemecahannya
oleh mahasiswa. Masalah tersebut dapat berasal dari mahasiswa atau mungkin juga
diberikan oleh pengajar. Mahasiswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar
masalah tersebut, dengan arti lain, mahasiswa belajar teori dan metode ilmiah
agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya (I Wayan Dasna
dan Sutrisno, 2007).
Pemecahan
masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan
demikian mahasiswa belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana.
Oleh sebab itu, penggunaan PBL dapat memberikan pengalaman belajar melakukan
kerja ilmiah yang sangat baik kepada mahasiswa.
Langkah-langkah
pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan. Empat tahap yang
pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berpikir, sedangkan
empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk
mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills).
Langkah
mengidentifikasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam PBL.
Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang
mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi masalah bagi dosen dan siswa.
Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks
materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyimpang dengan tingkat
berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran.
Oleh
sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh dosen pada tahap ini.
Walaupun dosen tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat
memfokuskan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan agar mahasiswa melakukan
refleksi lebih dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini dosen harus
berperan sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang
direncanakan. Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL adalah
pertanyaan berbasis why bukan sekedar how.
Setiap
tahap dalam pemecahan masalah, keterampilan mahasiswa dalam tahap tersebut
hendaknya tidak semata-mata keterampilan how, tetapi kemampuan menjelaskan
permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Namun yang harus dicapai
pada akhir pembelajaran adalah kemampuannya untuk memahami permasalahan dan
alasan timbulnya permasalahan tersebut serta kedudukan permasalahan tersebut
dalam tatanan sistem yang sangat luas.
DAFTAR
PUSTAKA
Amir, Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problrm Based
Learning. Jakarta: Kencana.
Diakses
pada Minggu, 23 Oktober 2011 pada 13.34
Diakses
pada Minggu, 23 Oktober 2011 pada 13.40
Diakses
pada Minggu, 23 Oktober 2011 pada 13.55
Diakses
pada Minggu, 23 Oktober 2011 pada 14.07
0 komentar:
Posting Komentar