BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia
berbagai macam situasi yang bertujuan untuk memberdayakan diri. Maka ini
mengandung banyk aspek yang akan dipelajari. Aspek – aspek dalam pendidikan
adalah:
1.
Penyadaran
2.
Pencerahan
3.
Pemberdayaan
Selain dari makna di atas, pendidikan
dapat diartikan sebagai proses pembelajaran seumur hidup yang mana dalam
kehidupan itu sendiri mengandung makna pendidikan. Pengalaman belaajr dapat
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hayat. Pendidikan adalah
segala sesuatu dalam kehidupan yang mempengaruhi pembentukan berfikir dan
bertindak seorang individu. Dalam waktu yang panjang dan saling berhubungan
dengan perubahan – perubahan cara berfikir masyarakat juga dituntut untuk
menjadi pembentuk seorang individu.
Pendidikan merupakan proses akhir
yang diupayakan oleh siapapun, terutama (sebagai tanggung jawab) negara.
Sebagai sautu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan ilmu pengetahuan,
pendidikan telah ada seiring dengan lehirnya peradaban manusia. Dalam hal ini
pendidikan terletak pada perkembangan corak sejarah manusia. Sehingga tidak
mengherankan jika seorang Karl Marx berfokus pada kontradiksi – kontardiksi
dalam masyarakat sebagai bagian dari perkembangan masyarakat.
Marxisme merupakan sebuah pemikiran
yang dicetuskan oleh Karl Marx. Pemikiran Marx ini sangat berpengaruh di
seluruh dunia sejak dicetuskannya hingga saat sekarang ini. Salah satu
pemikirannya yang terkenal adalah kelas buruh dan petani (proletariat) mesti
berjuang agar dapat membebaskan diri dari penindasan kelas borjuis. Salah satu
cara yang dapat digunakan untuk membebaskan diri adalah melalui pendidikan.
Pendidikan adalah salah satu cara
untuk mengentaskan manusia dari keterbelakangan ekonomi dan pengetahuan. UU no.
20 tahun 2003 juga merumuskan hakekat pendidikan sebagai usaha sadar dan
terncana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya di masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh karena pentingnya pendidikan ini
maka Karl Marx mengatakan bahwa pendidikan merupakan sebuah keharusan bagi
manusia agar manusia dapat memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.
Ini berarti pendidikan adalah sesuatu yang tidak boleh dilewatkan karena
pendidikan membimbing setiap orang untuk mencapai sesuatu yang lebih baik.
Itulah sebabnya setiap orang mengharapkan untuk mengeyam pendidikan setinggi
dan sebaik mungkin.
Namun, sejak pemerintahan Soeharto Marxisme dianggap momok yang ditakuti di negeri ini. Bahkan tindakan yang bertentangan dengan pemerintah dianggap sebagai pengaruh marxisme atau komunis sehingga mesti dibasmi.
Namun, sejak pemerintahan Soeharto Marxisme dianggap momok yang ditakuti di negeri ini. Bahkan tindakan yang bertentangan dengan pemerintah dianggap sebagai pengaruh marxisme atau komunis sehingga mesti dibasmi.
Sebenarnya, marxisme adalah salah
satu paham di antara beberapa paham lain yang memang pasti ada kelebihan dan
kekurangannya. Namun, representatif penguasa yang hegemonik dan akibat trauma
sejarah menjadikan paham marxisme selalu dianggap tidak rasional. Berbeda
dengan paham kapitalisme, yang dianggap menyejahterakan rakyat, tetapi ternyata
telah membawa dampak buruk pada masyarakat dunia termasuk di negeri ini.
Terbukti, tidak semua anak di negeri ini yang dapat mengenyam pendidikan secara
layak. Bahkan telah tereduksi akibat ekonomi pasar dunia.
- Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pokok ajaran Marxisme
yang merupakan gagasan yang dicetuskan oleh Karl Max?
2.
Bagaimana pengaruh ajaran
Marxisme dalam pendidikan?
3.
Bagaimana pendidikan Marxis -
Sosialis sebagai kritik terhadap pendidikan marginal?
4.
Bagaimana kritik terhadap paham
Marxisme yang berkembang?
- Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pokok ajaran Marxisme yang merupakan gagasan
yang dicetuskan oleh Karl Max
2.
Untuk mengetahui pengaruh
ajaran Marxisme dalam pendidikan
3.
Untuk mengetahui pendidikan
marginal yang seharusnya dilakukan menurut Kar Marx
4.
Untuk mengatahui kritik
terhadap ajaran Marxisme
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pokok – Pokok Ajaran Marxisme
“Upaya praktis, sekalipun
dilakukan massa, dapat dijawab dengan meriam begitu upaya – upaya tersebut
berubah membahayakan, namun gagasan yang melampaui intelektualitas dan
mengalahkan keyakinan kita, gagasan – gagasan yang akrena alasan tersebut telah
membelenggu kesadaran kita, adalah rantai yang tidak dapat dilepaskan orang
tanpa mematahkan hatinya; itu semua adalah hantu yang hanya dapat dikalahkan
orang dengan cara tunduk kepadanya”. (Marx, 1842) dalam George Ritzer dan
Douglas J Goodman
Dari beberapa sumber yang didapat,
terdapat beberapa pandangan Karl Marx
yang berkembang dalam masyarakat, yaitu:
1. Materialisme historis dan materialisme dialektis
Materialisme historis adalah tingkat
perkembangan ekonomi manusia sepanjang sejarah. Materialisme adalah benda
sebagai kenyataan pokok. Sejarah merupakan panggung pertempuran gagasan-gagasan
manusia. Marx juga mengatakan bahwa bukan kesadaran manusia yang menentukan
keadaan sosial melainkan sebaliknya keadaan sosiallah yang menentukan kesadaran
manusia.
Untuk memahami sejarah maka seseorang
perlu memahami bagaimana manusia bekerja dan menghasilkan sesuatu. Melalui
kerja inilah muncul kesadaran manusia. Menurut pemahaman Marx, cara produksi
yang memengaruhi karakter dalam kehidupan sosial, politis, dan spiritual.
Kekuatan produksi lambat laun akan membelenggu setiap orang yang terlibat di
dalamnya. Hal ini akan mengakibatkan tranformasi yang revolusioner dari kaum
proletar, kaum yang paling rendah kedudukan sosialnya. Kalau kaum borjuis dapat
dihilangkan maka konflik tidak akan muncul lagi. Dengan demikian sejarah
manusia yang merdeka dimulai, suatu mayarakat yang tidak mengenal kelas.
Dalam hubungannya dengan materialisme
dialektis, Marx mengatakan bahwa masyarakat terdiri dari 3 kelompok: feodalisme
diwakili oleh tuan tanah, kapitalisme diwakili oleh pengusaha industri, dan
sosialisme yang diwakili oleh penerima upah. Kelompok yang ketiga inilah yang
banyak memberi keuntungan lebih daripada dua kelompok sebelumnya.
Untuk mengubah dunia menurut Marx,
kaum proletar harus mengenal materi yang dihadapinya. Mereka mesti memahami
bahwa sistem industri modern, di mana mereka tetap diinginkan oleh kaum borjuis
untuk berdiri sebagai sebuah kelas, merupakan kelaliman kaum kapitalis. Padahal
sebenarnya, lanjut kata Marx (dalam Ismail Banne Ringgi), manusia itu
bijaksana, kreatif dan merdeka. Pembebasan suatu kelompok manusia dari kelompok
manusia lainnya adalah sebuah perjuangan yang tidak dapat dihentikan.
2. Teori kelas
Dalam The Communist Manifesto Marx bersama Engels mengatakan bahwa
sejarah manusia adalah sejarah perjuangan kelas. Di dalam masyarakat ada dua
kelas: kelas borjuis adalah kelas yang menguasai alat-alat produksi dan yang
mengeksploitasi kelas yang kedua; kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki
alat produksi dan selalu dieksploitasi.
Teori kelas ini memunculkan 3
implikasi: pertama, besarnya peran
segi struktural mengakitbatkan terjadinya perubahan sikap dalam mengakhiri
konflik dan perubahan struktur ekonomi. Kedua,
adanya pertentangan dasar kaum borjuis dan proletar mengakibatkan kaum proletar
cenderung mengambil sikap revolusioner sedangkan kaum borjuis cenderung ingin
mempertahankan status quo. Ketiga,
kemajuan dalam masyarakat hanya dapat dicapai melalui gerakan revolusioner.
Pembebasan kaum proletar bukanlah sebuah klaim untuk mendapatkan hak khusus
dari kaum borjuis melainkan sebuah hak asasi yang telah dianugerahkan sejarah
kepada mereka.
3. Teori nilai
Ada beberapa teori
nilai: pertama, teori nilai tentang pekerjaan yakni nilai ekonomis tenaga kerja
berdasarkan kuantitas kerja yang terdapat dalam komoditi. Kedua, teori nilai
tenaga upah buruh mesti sebanding dengan kebutuhan buruh tersebut. Dari teori
ini dapat diketahui tingkat ketidakadilan dalam sistem kapitalisme. Ketiga,
teori nilai lebih yakni ketidaksimbangan antara energi yang dikeluarkan seorang
buruh dengan jumlah yang dibayarkan untuk seorang buruh.
4. Mode of Production
Mode of production adalah kombinasi
kekuatan-kekuatan produksi, relasi dan teknik produksi, dan relasi antar kelas
sosial. Di sini Marx menilai bahwa keuntungan yang diperoleh oleh sistem
kapitalis terdapat pada cara pengorganisasian mekanisme produksi. Kejahatan
kapitalisme di sini adalah petani tidak mendapat akses langsung terhadap
pemilikan alat produksi. Marx melihat bahwa kaum proletar yang ditindas oleh
kaum borjuis demi kepentingan kaum borjuis sendiri adalah sebuah pemutarbalikan
tentang hakekat manusia. Oleh karena itu, kaum borjuis ditakdirkan untuk
lenyap.
5. Base and
super-structure
Bangunan bawah (base) adalah tenaga
produktif dan hubungan produksi, misalnya pertanian, kerajinan, industri, dll.
Tenaga produksi ini menyangkut kekuatan-kekuatan yang dipakai manusia untuk
mengubah alam. Sementara hubungan produksi adalah pembagian kerja manusia dalam
produksi. Marx melihat bahwa yang menentukan hubungan-hubungan produksi adalah
tenaga-tenaga produksi. Pada bangunan bawah inilah dibangun apa yang disebut
bangunan atas (super-structure). Bangunan atas adalah tatanan institusional,
misalnya negara, dan tatanan kesadaran kolektif. Tatanan institusional adalah
semua lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat. Kesadaran kolektif adalah
sistem kepercayaan, norma, dan nilai. Marx melihat bahwa tatanan institusional
dan tatanan kesadan kolektif selalu mendukung kelas atas.
6. Alienasi
Menurut George Ritzer (2004:37), alienassi terdiri dari empat
unsur, yaitu
a.
Para
pekerja dalam masyarakat kapitalis teralienasi dari aktivitas produktif mereka.
b.
Pekerja tidak hanya teralienasi
dari aktivitas produktif tetapi juga teralienasi dari tujuan aktivitas
tersebut-produk.
c.
Para
pekerja dalam kapitalisme teralienasi dari sesama pekerja. Asumsi Marx bahwa
manusia pada dasarnya membutuhkan dan menginginkan bekerja secara kooperatif
untuk melangsungkan kehidupannya.
d.
Para pekerja dalam masyarakat kapitalis teralienasi dari potensi
kemanusiaan. Bekerja tidak lagi menjadi transformasi dan pemenuhan sifat dasar
manusia. Akan tetapi membuat seolah manusia tidak merasa sebagai manusia
seutuhnya.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahawa alienasi terjadi ketika manusia tidak mencapai apa yang diharapkannya.
Sistem kapitalis, dengan berbagai perbaikan dan perluasan, sehingga
menghasilkan kaum intelektual, moral, dan kepercayaan yang menjadi kekuatan
bagi kapitalisme. Sementara kaum proletar nilainya menjadi berkurang sampai
hanya menjadi sebuah komoditas. Hal ini yang mengakibatkan perlawanan dari kaum
proletar. Di sini kepentingan kelas sosial selalu bertentangan sehingga menjadi
terasing satu dari yang lainnya.
Suroso mengutip pendapat Marx yang
mengatakan bahwa alienasi adalah hakikat batin manusia yang menceraikan manusia
satu sama lain. Manusia tidak dapat merealisasikan diri dalam pekerjaan yang
mereka lakukan karena alienasi ini. Seharusnya, menurut Marx, kerja dinikmati
setiap orang agar memberi kepuasan.
Oleh karena itu menurut Marx, seperti
yang ditulis Isaiah Berlin, pendidikan dibutuhkan bagi kaum proletar agar
mereka dapat menyadari keberadaan mereka dan bagaimana memperjuangkan hak
mereka. Kebebasan sejati tidak dapat dicapai apabila mereka tidak dibuat
rasional, yaitu mampu membedakan pemahaman yang baik tentang majikan dan budak.
Sebab jika seseorang tidak tahu arah perjuangannya, lanjut Marx, maka
sebenarnya ia mengarah kepada kehancuran sendiri.
B.
Pengaruh Ajaran Marxisme dalam
Pendidikan
Setelah mengetahui ajaran pokok dari Karl Marx di atas, dapat diketahui
bahawa ajaran tersebut mempengaruhi perkembangan pendidikan. Dalam pandangan
Marxisme diusahakan lapisan masyarakat dapat memperoleh pendidikan yang layak
dan setara. Sehingga tujuan penddikan yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945
dapat tercapai.
Ozmon dan Craver mencatat beberapa
pandangan Marxisme pada komponen-komponen pendidikan( dalam Ismail Banne
Ringgi) adalah sebagai berikut:
1. Pendidik
Menurut Marx, seorang pendidik adalah
seseorang yang berpendidikan dan sudah dididik untuk sebuah tujuan mengubah
keadaan manusia. Lenin dan Stalin mengatakan bahwa sekolah menjadi senjata yang
tergantung pada siapa yang memegangnya. Artinya, keberhasilan seorang peserta
didik sangat ditentukan oleh siapa yang mengajarnya di sekolah. Marx mengkritik
guru-guru dalam pola pendidikan kapitalis yang mempertahankan status quo
melalui pengajaran mereka.
2. Peserta didik
2. Peserta didik
Menurut Marxisme, peserta didik
adalah para buruh, berumur tujuh tahun ke atas, yang didik agar mereka dapat
mengusai pekerjaan mereka. Kemudian anak-anak para buruh, laki-laki dan
perempuan, juga dididik sebelum mereka berumur 9 tahun. Anak-anak mesti
dibebaskan dari ekploitasi kerja untuk bersekolah dengan biaya pendidikan
gratis.
Dalam pandangan Marx, sistem
pendidikan kapitalis keliru oleh karena pengajaran diberikan kepada peserta
didik hanya untuk memenuhi kepentingan kaum borjuis. Sehingga tidak semua kaum
proletar dapat mengenyam pendidikan.
3. Kurikulum
3. Kurikulum
Sehubungan dengan kurikulum, Marxisme
mengatakan bahwa sistem pendidikan tidak adil dalam masyarakat yang tidak
setara. Salah satu pengikut Marx, Louis Althusser, mengatakan bahwa dalam
sistem pendidikan kapitalis menjadikan para guru sebagai agen kapitalis di
dalam kelas mereka. Mereka menghasilkan peserta didik yang sesuai keinginan
para guru tersebut.
Menurut Marx ada dua mata pelajaran
tatabahasa dan fisika yang diajarkan di sekolah. Kedua mata pelajaran ini
berkaitan erat dengan kegiatan sebagai buruh. Selain itu perlu juga diajarkan
pendidikan mental, pendidikan fisik, dan pelatihan teknologi. Hal mana kemudian
ditindaklanjuti di Rusia dengan mendirikan pendidikan politeknik agar manusia
dapat menguasai industri.
Kurikulum yang diterapkan oleh para
Marxist kemudian mengalami perkembangan. Menurut Friere, bahan-bahannya
pembelajaran diambil dari pengalaman sehari-hari. Di Rusia, pelajaran yang
dimasukkan dalam kurikulum adalah pekerjaan Lenin dan revolusi, penekanan pada
identitas sebagai orang Rusia, termasuk moralitas komunis yang didasarkan pada
etika Marxisme. Etika Marxisme meliputi kehidupan bersama dan komunisme. Jadi
politik, moral, dan teori pendidikan diajarkan secara berbarengan.
Menurut Etika Marxisme, norma-norma
etis yang dimiliki oleh suatu masyarakat atau kelas tertentu, bukan merupakan
nilai-nilai yang bedasarkan pernyataan/wahyu ilahi atau hukum-hukum yang abadi,
melainkan mencerminkan dan berakar dari keadaan materil masyarakat. Oleh karena
itu, keadaan dan struktur masyarakat harus diubah dari masyarakat kelas ke
masyarakat sosialis, supaya bangsa dan manusia yang direpresentasikan oleh kaum
proletar dapat mengembangkan semua potensinya yang selama ini hanya
dieksploitasi untuk kepentingan-kepentingan kelas borjuis.
4. Metode
4. Metode
Paulo Friere, seorang marxist dari
Brasil, mengatakan bahwa pendidikan di dasarkan pada pembebasan dan dialog
serta sebuah pandangan kritis terhadap pendidikan tradisional. Ia
memperkenalkan apa yang disebut banking concept yaitu sebuah pendekatan di mana
guru memilih isi yang akan diajarkan dan peserta didik menyerapnya. Bagi
Friere, pendidikan itu laksana sebuah bank penyimpanan pengetahuan pada peserta
didik. Peserta didik berada di bawah guru selaku orang yang menyimpan
pengetahuan.
Dengan demikian peserta didik
bergantung sepenuhnya kepada guru. Pada kondisi seperti itulah guru dapat
mengubah kesadaran seorang peserta didik tanpa mengubah kondisi sosial,
politik, dan ekonomi seorang peserta didik. Ia juga mengusulkan sebuah metode
yang disebut problem-posing method.
Melalui problem-posing method peserta didik lebih aktif. Proses belajar
mengajar terjadi secara dialogis, yang dimulai dari pengalaman yang dialami
peserta didik kemudian dikembangkan dalam lingkup yang lebih luas. Dengan
metode ini, Friere melihat bahwa akan membangkitkan kesadaran peserta didik
karena peserta didik akan melihat bagaiman mereka hidup di dunia yang sedang
berkembang. Singkatnya, menurut Friere, kesadaran kritis akan menuntun kepada
tindakan yang kritis.
5. Hasil akhir
pendidikan
Dalam pendidikan berbasis Marxisme,
tujuan pendidikan adalah membangun karakter (character building) manusia yang
tercerahkan; suatu kondisi mental yang dibutuhkan untuk membangun suatu
masyarakat yang berkarakter progresif, egaliter, demokratis, berkeadilan dan
berpihak terhadap kaum proletar sebagai kaum yang tertindas.
Marx mengidealkan terciptanya
pendidikan kritis, radikal, dan revolusioner yang pada akhirnya mampu mencetak
manusia yang sungguh-sungguh mau memperjuangkan orang yang tertindas.
Pendidikan yang terjebak pada pragmatisme untuk kepentingan kapitalisme
merupakan eksploitasi atas esensi terbentuknya lembaga pendidikan.
Melalui pendidikan perasaan
keterasingan (alienation) manusia, yang timbul akibat kontrol produksi oleh kaum
borjuis (kapitalis), dapat diatasi. Pendidikan dapat membawa manusia pada
kegiatan di mana mereka dengan penuh kebebasan dan kesadaran melakukannya.
Kebebasan pribadi inilah yang seharusnya menjadi program mayarakat. Marx
sendiri sudah merasa bahwa kaum borjuis tidak akan menyediakan pendidikan yang
memadai untuk anak-anak kaum proletar. Pendidikan bagi kelas yang berkuasa
hanya untuk mengejar tujuan mereka, bukan untuk kepentingan kelompok yang
dikuasainya. Sehingga tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan adalah
kesadaran dan tujuan besama serta sebuah padangan yang penuh tujuan.
C.
Kritik Ajaran Marxisme terhadap
Pendidikan untuk Kaum Marginal
Setiap
pendidikan yang mendasar pada kaum marxisme (marxian) mengacu pada Karl Marx
yang selalu mengubah struktur menjadi lebih mapan. Masyarakat miskin dan kaya
dipisahkan karena adanya seleksi sosial. Seleksi sosial ada karena menurut
ajaran marxisme masyarakat dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas pemilik modal
(kaum borjuis) dan kelas buruh (marginal). Menurutnya, masyarakat bukan terdiri
atas individu – individu, tetapi masyarakat terdiri dari kelas – kelas, yang
disebut dengan kelas sosial.
Hubungan dalam
bidang ekonomi yang terjadi antara kedua kelas tersebut bersifat eksploitatif,
karena kelas pemilik modal selalu mengandalkan kekuatan kelas buruh, sedangkan
kaum buruh hanya bekerja tanpa ada kesadaran untuk berusaha menjadi lebih
sukses. Sifat hubungan yang eksploitatif ini juga terlihat di dalam bidang pendidikan.
Dalam pendidikan, masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu masyarakat center
dan masyarakat teritori atau pinggiran.
Pendidikan saat ini masih dikuasai oleh kaum
borjuis (pemilik modal) atau masyarakat center (perkotaan). Kenyataan
ini diketahui dengan melihat kenyataan bahwa semakin buruk keadaan masyarakat,
semakin buruk pula mutu pendidikan pada masyarakat tersebut. Artinya, semakin
jauh tempat tinggal masyarakat dari pusat perkotaan, maka akan semakin buruk
pula kualitas pendidikan yang ada di tempat tersebut.
Proses
pembelajaran yang terjadi dalam masyarakat marginal adalah behavioristik.
Karena itulah Marxisme ingin mengubah struktur tersebut menjadi demokratis
alternatif agar siswa-siswa ‘buruh’ mempunyai kesadaran untuk lebih berusaha
dengan menciptakan karya-karya yang nantinya bisa menjadikan posisi atau
derajat kelas borjuis dengan kelas marginal seimbang dan sama rata dalam bidang
pendidikan.
D.
Potret Pendidikan Sesuai Ajaran
Marxisme
Prinsip marxisme dikaitkan dengan
masalah pendidikan akan menunjukkan bahwa pendidikan sebagai proses historis
dalam kehidupan manusia ditentukan oleh perkembangan masyarakat yang, tentu
saja, ditentukan oleh kondisi material-ekonomis yang berkembang.
Karl Marx menempatkan pendidikan pada
wilayah struktur atas (superstruktur) yang disangga (ditentukan) oleh ekonomi
(hubungan produksi dan alat-alat produksi) sebagai struktur bawah (basis
struktur) yag merupakan suatu fondasi perkembangan masyarakat. Dikarenakan
pendidikan juga merupakan proses yang mana filsafat, ideologi, agama, dan seni
diajarkan. Pendidikan adalah media sosialisasi pandangan hidup dan kecakapan
yang harus diterima masyarakat (terutama anak-anak). Pendidikan juga sangat
berkaitan dengan politik karena ia berada pada wilayah “atas” dari struktur
masyarakat yang ada.
Sejarah ditentukan oleh perkembangan
materi – materi yang merangkaikan diri dalam suatu yang disebut kekuatan
produksi. Daya atau kekuatan manusia yang hakiki disebut sebagai kerja. Kerja
adalah gagasan manusia yang dikonkretkn secara material melalui gerak tubuh dan
diabntu alat – alat untuk mengubah alam atau menghadapi kontradiksi alam.
Karena kemampuan inilah, manusia mampu baik mengubah dan mengendalikan alam
dalam perubahannya sesuai dnegan keinginannya.
Dasar perkembangan pendidikan
merupakan suatu hal yang bersifat materiil. Maka dengan alasan alam dan
dorongan – dorongan kontradiksi dari material alam itu sendiri manusia dapat
belajar. Agar dapat memperoleh sesuatu yang dapat dimakan dan memnuhi kebutuhan
hidup lainnya(atau mengembangkan hidupnya) manusia berhadapan dengan alam
secara terus menerus.
Itulah yang membuat Karl Marx sangat
meyakini bahwa basis pendidikan adalah ekonomi, cara manusia menghadapi alam
untuk memenuhi kehidupan dan mengembangkannya. Berbagai kontradiksi alam yang
dijumpai dan berbagai macam kondisi adalah guru. Manusia belajar dari alam dan
dari pengalaman – pengalaman yang dirasakan sehari – hari.
Pengaruh pendidikan Marxis dan
turunan – turunannya (pendidikan kritis neo Marxis, pendidikan dialogis
freiren, pendidikan marxis dll) merupakan aliran pendidikan yang tidak pernah
mati teorinya. Ini adalah model pendidikan yang lahir sebagai tantangan
terhadap model pendidikan tradisional dan liberal yang juga sangat nyata dalam
praktik dan kebijakan pendidikan di berbagai negara.
Pendidikan Marxis Sosialis tidak
mendefinisikan diri sebagai pendidikan formal / pendidikan dalam arti sempit.
Sementara pendidikan tardisonal yang digagas dan diselenggarakan oleh kaum
tradisionalis dan kaum yang menjunjung tinggi agama sebagai jawaban
modernitas-termasuk agama garis keras sebagai perlawanan terhadap pendidikan
dan tatanan liberal yang menurut mereka “barat”dan”kafir”-memang sangat mudah
dilihat kemunculan dan penyebarannya.
Masyarakat diorganisasi dengan disangga
oleh hubungan ekonomi penindasan. Hubungan sosial dibangun untuk melanggengkan
tatanan yang mana sedikit orang berkuasa, sedangakn kebanyakan ornag mengalami
kemiskinan. Dalam masyarakat ini sekolah (pendidikan) diorganisasi untuk
mendukung masyarakat di kelas itu. Pendidikan diatur berdasarkan eksklusifitas
dan anti demokrasi, yaitu hanya sedikit orang dari kelas penguasa yang
mendapatkan pendidikan. Seharusnya pendidikan dapat merambah pada seluruh aspek
masyarakat. Buakn hanya kaum borjis/pemilik modal. Sehingga tujuan pendidikan
yang diamanatakn dalam Pembukaan UUD 1945 dapat tercapai, yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Hal yang tidak hilang adalah
eksklusifisme yang disangga oleh bertahannya ideologi kepemilikan pribadi.
Inilah yang membuat pendidikan masih begitu eksklusif dan hanya diselenggarakan
atas nama kepentingan kapitalisme : mencetak tanaga – tenaga terampil agar
nantinya dapat bekerja pada pemilik modal sehingga keuntungan pemilik modal
tersebut meningkat terus. Hakikat, tujuan, metode, dan budaya pendidikan
mengbadi pada kapitalisme. Realita tersebut yang telah ditentang dan dilawan
oleh Karl Mrx melalui pendidikan Marxis Sosialis.
Setidaknya sebagai imbangan terhadap
sistem pendidikan kapitalisme yang ternyata saat ini ditengarai telah bergeser
dari cita-cita awal pendidikan itu sendiri. Sebuah prinsip paling penting dari
seni pengajaran yaitu “pendidikan untuk semua” (education for everyone). Meski
pandangan marxisme-sosialis masih menjadi hujatan dan amat ditabukan di negeri
ini, namun pada prinsipnya pendidikan marxisme-sosialis ternyata diprediksikan
mampu mengatasi berbagai persoalan seputar pendidikan di tanah air akhir-akhir
ini. Terlebih untuk persoalan pendidikan di negeri ini yang sudah
dikomersialisasikan dan sekolah-sekolah di negeri ini yang sudah tergadaikan
oleh rayuan kapitalisme sehingga anak bangsa pun kemudian menjadi banyak yang
tidak bisa sekolah dengan layak.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Marxisme telah membuktikan dirinya
sebagai salah satu pemikiran yang sangat berpengaruh di dalam sejarah manusia
di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Marx banyak dipengaruhi oleh pemikiran sosialis-utopis yang sudah berkembang sebelumnya di beberapa negara, seperti Inggris, Italia, Perancis, dan Jerman. Pandangan sosialis-utopis mendambakan sebuah masyarakat sosialis yang ideal. Untuk mewujudkan masyarakat seperti itu, yaitu masyarakat bebas dari penindasan kaum borjuis, Marx mengatakan bahwa dibutuhkan suatu usaha. Usaha ini diterjemahkan Lenin sebagai gerakan revolusioner.
Marx banyak dipengaruhi oleh pemikiran sosialis-utopis yang sudah berkembang sebelumnya di beberapa negara, seperti Inggris, Italia, Perancis, dan Jerman. Pandangan sosialis-utopis mendambakan sebuah masyarakat sosialis yang ideal. Untuk mewujudkan masyarakat seperti itu, yaitu masyarakat bebas dari penindasan kaum borjuis, Marx mengatakan bahwa dibutuhkan suatu usaha. Usaha ini diterjemahkan Lenin sebagai gerakan revolusioner.
Pendidikan, menurut Marx (Marxisme),
adalah salah satu cara untuk mengembalikan kemanusiaan setiap manusia. Oleh
karena itu, setiap orang (dari kaum proletar) barhak untuk bersekolah dengan
pendidikan yang sama bagi semua gender, kelas sosial, dan umur. Peserta didik
mesti dididik oleh pendidik yang berkompeten di bidangnya.
Beberapa pandangan Marxisme yang
sesuai dengan Alkitab, misalnya dalam hal pendidik, peserta didik, metode, dan
hasil akhir. Namun, banyak juga yang tidak sesuai karena tujuan dan titik
berangkat sudah tidak sama. Alkitab melihat manusia secara keseluruhan dan
pusat pendidikan mengarah pada Allah tetapi Marxisme hanya memperhatikan
sekelompok orang, kaum proletar, di mana manusia sebagai pusatnya.
Dalam rangka mencapai tujuan bangsa
Indonesia, sebagaimana yang termaktub di dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD
1945, banyak hal dari pemikiran Marx yang dapat diterapkan dalam dunia
pendidikan. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, seharusnya
pemerintah Indonesia konsisten dengan rumusan UUD 1945 pasal 31 untuk
memberikan pendidikan seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pola
pendidikan kapitalis, di mana pendidikan hanya untuk orang berduit, sudah
saatnya untuk dihilangkan dari bumi pertiwi, termasuk di dalamnya menjadikan
kampus sebagai lembaga mengejar untung melalui Undang-Undang Badan Hukum
Pendidikan (UU BHP). Jika tidak demikian, pendidikan menjadi tetap menjadi
eksklusif.
DAFTAR REFERENSI BACAAN
Freire, Paulo. 2007. Politik
Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Giddens, Anthony. 1986. Capitalism and Modern Social Theory; an Analysis of Writing of Marx,
Durkheim and Max Weber. Jakarta:
UI Press
Naomi, Intam Omi. 1998. Menggugat Pendidikan; Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkhis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
O’Neil, F William. 2008. Ideologi – Ideologi Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Ritzer, George., & Goodman, J Douglas.
2004. Sociological Theory; Karl Marx and
Varieties of Neo-Marxian Theory. New York : McGraw-Hill
Soyomukti, Nurani. 2010. Teori – Teori Pendidikan; Tradisional, Neo Liberal, Marxis-Sosialis,
dan Postmodern. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA
Suar Suroso dalam jurnalnya yang berjudul “ANTI TEORI PERJUANGAN KLAS DI DUNIA”
(Serial_Berkenalan_Maarxisme_(16).pdf
Ismail Banne Ringgi (http://padarangan.blogspot.com/2010/05/marxisme-dan-pendidikan.html)
0 komentar:
Posting Komentar