Pages

Rabu, 19 Desember 2012

Peran Pendidikan Karakter dalam Proses Ujian


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Di dunia pendidikan saat ini khususnya di Indonesia banyak sekali perubahan  yang tejadi. Sampai saat ini keadaan pendidikan di Indonesia  sangat memprihatinkan. Banyak kasus yang sering menimpa peserta didik .  Baik buruknya pendidikan tergantung bagaimana seorang guru memanifestasikan dan mengaplikasikan sumbangsihnya ke dalam lembaga formal maupun nonformal.  Guru bekerja sesuai dengan kurikulum sekolah, baik d tingkat SD, SMP, maupun SMA, karena itu, frekuensi pendidikan di dalam lembaga pendidikan diharapkan mampu menghasilkan anak didik yang bisa menyelesaikan pendidikannya sesuai target yang telah ditentukan dengan mengacu pada kurikulum yang di jadikan sebagai program pembelajaran. Jika interaksi antar kurikulum yang diajarkan oleh guru dengan kemampuan murid dalam menyerap materi itu menjadi satu kesatuan yang utuh maka target maksimal akan tercapai secara seimbang.
Karena kualitas murid yang dicari, maka target seorang pengajar adalah murid mampu menguasai, memahami dan juga menganalisis materi-materi yang di sampaikan lewat pengajaran yang sesuai dengan sistem dan metode.
Berbeda dengan kenyataan yang terjadi pada pendidikan di Indonesia, yang dimana sering sekali terjadi fenomena yang menyedihkan. Mulai dari tingkat kelulusan yang rendah dan sangat memprihatinkan , guru yang tidak becus mendidik, sampai tingkat kecurangan yang tinggi dalam ujian pada peserta ujian. Hal ini sangat bebeda dengan apa yang diharapkan di dunia pendidikan. Karena hampir setiap tahunnya selalu ada siswa yang tidak lulus, ini yang menyebabkan para pelaku pendidikan baik peserta didik maupun pendidik menghalalkan berbagai cara untuk mengurangi tingkat ketidak lulusan perserta didik. Salah satunya banyak kecurangan yang terjadi dalam ujian. Berbagai jenis tindakan kecurangan terjadi karena kreatifitas pelaku pendidikan yang selalu bisa memanfaatkan kesempatan pada situasi-situasi tertentu. Dalam makalah ini akan disampaikan tentang masalah kecurangan yang tejadi pada ujian yang dilakukan oleh pelaku pendidikan.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kecurangan dalam ujian bisa terjadi?
2.      Apa saja factor penyebab terjadinya kecurangan dalam ujian?
3.      Bagaimana peran pendidikan karakter jujur dalam proses ujian?
C.       Tujuan
1.      Untuk mengetahui kecurangan dalam ujian bias terjadi.
2.      Untuk mengetahui factor apa saja yang menyebabkan kecurangan dalam ujian.
3.      Untuk mengetahui peran pendidikan karakter jujur dalam proses ujian.























BAB II
PEMBAHASAN
A.      Kecurangan Dalam Ujian
Bangsa yang besar adalah bangsa yang berpendidikan, keberhasilan suatu bangsa ditentukan oleh seberapa majunya pendidikan bangsa tersebut. Sistem pendidikan nasional Indonesia disusun berlandaskan kepada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai kristalisasi nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui sejarah sehingga mewarnai gerak hidup suatu bangsa. Hakekat pendidikan adalah belajar. Dengan adanya proses belajar tersebut para pemimpin pendidikan dan pendidik perlu membekali peserta didik dengan kemampuan belajar yang tinggi dengan etika dan moralitas yang tinggi pula agar mereka berkesanggupan untuk menjadi pebelajar yang berkarakter. Dengan adanya pendidikan juga menolong peserta didik untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya agar mereka bisa mandiri dan bertanggung jawab.
Fenomena yang terjadi dimasyarakat saat ini adalah banyaknya lulusan masyarakat yang tidak terampil sehingga menghasilkan situasi yang sulit. Ketidakterampilan tersebut dapat terjadi karena proses pendidikan yang ditempuhnya belum memenuhi standar yang dipersyaratkan atau juga dapat terjadi karena pelaksanaan ujian yang tidak jujur. Mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi peserta didik menempuh yang namanya ujian. Ujian tersebut dapat berlangsung dalam berbagai bentuk, ada pada tahap nasional, di tingkat sekolah, tes masuk sekolah, dll. Ujian sebenarnya merupakan alat untuk mengetahui pemahaman kita terhadap suatu mata pelajaran. Namun, pada kenyataanya ada banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalamnya. Fenomena dimasyarakat ini misalnya saja dengan adanya ujian nasional. Suatu sekolah menjadikan ujian nasional tersebut sebagai ajang promosi. Pihak sekolah akan melakukan berbagai cara untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui kelulusan 100%. Berbagi cara yaag tidak terpuji adalah sedikit melonggarkan pengawasan dalam ujian, jika perlu guru membantu membuat jawaban yang kemudian dibagikan pada peserta didik yang sedang diuji. Hal tersebut dapat menyebabkan proses pandidikan yang dilakukan selama ini mengarah pada pembentukan watak, perilaku lulusan sekolah akan menjadi koruptor, tidak displin, tidak jujur, tidak bertanggung jawab, tidak percaya diri, dsb. Akibatnya dengan keadaan SDM yang seperti itu bangsa kita akan sulit untuk maju karena tidak memiliki etos kerja yang tinggi. Namun dengan demikian tentu tidak bisa disimpulkan bahwa semua pihak melakukan kecurangan selama proses Ujian Nasional. Karena masih ada pihak-pihak yang memiliki hati nurani untuk memperbaiki kualitas pendidikan dengan cara-cara yang baik. Masih ada siswa, sekolah, orang tua maupun pemerintah yang berlaku jujur. Tentu sangat ironis jika pendidikan sudah dimasuki kepentingan untuk tujuan yang tidak baik. Karena bagaimanapun pemimpin yang akan datang sangat ditentukan  dari proses pendidikan yang mereka dapat saat ini.

B.       Faktor Penyebab Terjadinya Kecurangan Dalam Ujian
1.         Sudut Pandang Siswa
Bagi siswa tentu akan menjadi aib dan akhir dari sebuah proses panjang  tatkala mereka tidak lulus ujian. Mereka akan merasa sangat malu kala nama mereka tidak termasuk yang berhasil lulus dalam daftar pengumuman. Walaupun tidak sedikit dari para siswa yang usahanya biasa-biasa saja dalam menghadapi Ujian karena banyak siswa yang ketika menghadapi Ujian justru masih asyik bermain game, begadang untuk kegiatan yang tidak ada hubunganya dengan Ujian. Namun tetap saja merasa tidak terima saat mereka tidak lulus ujian. Tetapi bagi mereka yang telah berusaha dengan maksimal, tentu ada kekecewaan. Karena mereka benar-benar telah berupaya maksimal untuk menghadapi Ujian. Dan terkadang mereka yang dianggap pandai justru mengalami nasib sial tidak lulus ujian. Tidak adil memang tapi itulah fakta yang ada di lapangan. Maka akhirnya kecurangan pun dilakukan oleh para siswa.
2.         Sudut Pandang Sekolah.
Bagaimanapun sekolah masih bergantung dari banyak sedikitnya siswa yang mendaftar dan masuk. Saat banyak siswa yang mendaftar maka tentu akan ada hal positif dalam proses perjalanan sekolah. Karena dana bantuan dari pemerintah seperti BOS bergantung dengan jumlah siswa. Ketika banyak siswa nya tentu akan makin banyak dana yang diperoleh oleh pihak sekolah, dan sebaliknya. Selain itu adanya kebijakan sertifikasi bagi guru sangat membebani dalam hal mendapatkan jumlah jam yang memenuhi 24 jam per minggu. Karena bagi sekolah yang siswa nya sedikit, akan sangat sulit untuk memenuhi kewajiban itu. Hingga banyak yang tidak sesuai dengan praktek di kelas. Dan ketika sekolah tidak mampu meluluskan siswa nya dengan predikat yang baik, tentu akan berimbas pada siswa yang akan mendaftar dan masuk ke sekolah tersebut. Dan hal ini sangat dirasakan oleh sekolah swasta. Karena banyak guru-guru yang masih berstatus honorer. Bagi guru yang berstatus PNS tentu masih bisa mendapatkan hasil dari gaji tetap mereka, andai sekolah sampai tutup. Ada juga sekolah yang menganggap Ujian Nasional sebagai kedzoliman yang dilakukan pemerintah. Karena sungguh tidak adil bagi sekolah yang keberhasilannya  ditentukan  hanya tiga hari. Maka sekolah menganggap kecurangan sebagai pembenaran atas kodzoliman yang mereka dapatkan.Tentu tidak bisa digeneralkan, karena masih ada sekolah yang memiliki moral yang terpuji. Mereka tetap mengedepankan sikap jujur dalam membangun kebaikan untuk anak didik nya.
3.         Sudut Pandang Orang Tua
Orang tua tentu merasa resah saat ujian nasional maupun ujian sekolah, bukan hanya karena mereka takut malu dengan keluarga, tetangga dan teman-teman tapi juga karena mereka sudah banyak mengeluarkan biaya. Walaupun sudah ada biaya dari pemerintah namun tetap ada biaya yang harus mereka keluarkan untuk biaya pendidikan diluar biaya sekolah. Maka tak sedikit akhirnya orang tua yang mendukung kecurangan yang terjadi. Paling tidak mereka tidak mau melaporkan kecurangan yang terjadi. Padahal banyak orang tua yang mengetahui praktek kecurangan yang terjadi selama ujian.
4.         Sudut pandang Dinas Pendidikan
Bukan bermaksud berprasangka buruk, tapi suatu hal yang mustahil jika pihak Dinas Pendidikan sebagai wakil pemerintah tidak tahu dengan praktek kecurangan yang terjadi pada Ujian Nasional di daerah mereka. Karena sebelum Ujian Nasional akan ada sosialisasi yang mereka berikan. Ada semacam persiapan yang dilakukan untuk mengawali kecurangan tersebut. Walaupun tentu pihak sekolah yang berperan penting dalam hal ini. Ada perasaan gengsi tentunya bagi pihak Pemerintah yang diwakili Dinas Pendidikan jika banyak peserta didik yang berhasil lulus ujian nasional dan sebaliknya. Karena salah satu indikator keberhasilan Dinas Pendidikan adalah banyaknya peserta didik yang berhasil lulus Ujian Nasional. Wajar hal itu dituntut, karena sudah banyak biaya yang dikeluarkan baik melalui APBN maupun APBD untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Baik untuk membangun fasilitas, kesejahteraan guru maupun siswa itu sendiri.

C.       Ujian yang Jujur Melalui Pendidikan Karakter
Aspek pendidikan adalah aspek terpenting dalam membentuk karakter bangsa. Dengan mengukur kualitas pendidikan, maka kita dapat melihat potret bangsa yang sebenarnya, karena aspek pendidikanlah yang menentukan masa depan seseorang apakah dia dapat memberikan suatu yang membanggakan bagi bangsa dan dapat mengembalikan jati diri bangsa atau sebaliknya. Banyak faktor atau media yang mempengaruhi pembentukan karakter. Hal ini menyebabkan pendidikan untuk pengembangan karakter bukan sebuah usaha yang mudah. Secara normatif, pembentukan atau pengembangan karakter yang baik memerlukan kualitas lingkungan yang baik juga. Dari sekian banyak faktor atau media yang berperan dalam pembentukan karakter, ada empat faktor yang sangat besar pengaruhnya yaitu: keluarga, media masa, lingkungan sosial, dan pendidikan formal.
Kejujuran dalam pelaksanaan ujian disekolah lebih penting daripada target kelulusan yang tinggi, karena penetapan target kelulusan membuka peluang untuk melakukan ujian dengan tidak jujur. Kejujuran merupakan salah satu nilai utama dalam etik. Integritas kejujuran dalam pelaksaan ujian bukan hanya masalah siswa, akan tetapi guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, pemerintah daerah, serta masyarakat luas. Dunia pendidikan identik dengan moralitas yang tinggi dan penuh dengan nilai etika. Sejak dini anak harus diajarkan dan diberi pengalaman bahwa prestasi yang diperolehnya mempunyai nilai kejujuran yang tinggi. Kejujuran menjadi landasan utama meraih prestasi dan pengetahuan terbaik untuk melangkah kedepan mencapai cita-cita bagi peserta didik.
Melaksanakan ujian yang jujur akan membangun generasi muda yang handal. Dengan pendidikan karakter yang jujur, manusia akan mampu memenuhi kehidupan di dunia maupun di akhirat. Pembangunan pendidikan dengan proses pembelajaran yang menanamkan dan menempakan kaidah-kaidah etika dan moralitas dalam kadar yang tinggi dan konsisten. Proses pembelajaran sebagai wujud upaya pendidikan, yang diselenggarakan oleh para pendidik pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dengan cara yang jujur, dikehendaki mengoptimalisasikan upaya pendidikan yang dimaksudkan itu.
Proses pendidikan dan proses ujian disekolah yang dilakukan dengan jujur akan membangun bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang besar dan berkarakter. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa kejujuran bukan lagi merupakan tuntutan moral dari luar diri seseorang, tapi juga merupakan tuntutan dari dalam diri seseorang dan dibangun dalam lembaga pendidikan dimana peserta didik dan seluruh personel sekolah melakukan proses pendidikan demi kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang jujur. Guru harus jujur member penilaian hasil belajar peserta didik dan peserta didik harus jujur dalam menjawab soal ujian yang diberikan, hal ini bukan semata-mata sebagai perintah moral melainkan karena kecurangan tidak hanya akan merugikan peserta didik dan guru melainkan kerugian pembinaan sumber daya manusia dilihat dari sudut pandang yang lebih luas. (Sumber : Syaiful Sagala. 2011:53-58)
Selain itu ada beberapa tips lain untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam ujian, yaitu :
·           biarkan jawaban atas tes di meja guru. Jika siswa memiliki akses ke jawaban, mereka mungkin tergoda untuk mencuri dan membaginya.
·           Jangan meninggalkan ruangan saat ujian sedang berlangsung.
·           Menetapkan "tidak berbicara" kebijakan selama tes. Semua obrolan bisa menunggu sampai setelah ujian berakhir.
·           Jika kelas sempit, pertimbangkan pemberian tes di kantin sekolah atau perpustakaan.
·           Jangan biarkan siswa untuk menyembunyikan apa pun di meja mereka dengan pengecualian kertas tes mereka dan pena atau pensil.
·           Buat tes yang berbeda. Isi tes bisa sama, namun pertanyaan dapat diatur secara berbeda untuk mencegah penyalinan jawaban.
























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Fenomena yang terjadi dimasyarakat saat ini adalah banyaknya lulusan masyarakat yang tidak terampil sehingga menghasilkan situasi yang sulit. Ketidakterampilan tersebut dapat terjadi karena proses pendidikan yang ditempuhnya belum memenuhi standar yang dipersyaratkan atau juga dapat terjadi karena pelaksanaan ujian yang tidak jujur. Mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi peserta didik menempuh yang namanya ujian. Ujian tersebut dapat berlangsung dalam berbagai bentuk, ada pada tahap nasional, di tingkat sekolah, tes masuk sekolah, dll. Ujian sebenarnya merupakan alat untuk mengetahui pemahaman kita terhadap suatu mata pelajaran. Namun, pada kenyataanya ada banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalamnya.



















DAFTAR PUSTAKA

Diakses pada 11 Maret 2012, pukul 19.06
Diakses pada 11 Maret 2012, pukul 19.13
Diakses pada 11 Maret 2012, pukul 19.25
K. Bertens. 2009. Perspektif Etika Baru. Yogyakarta: Kanisius.
Syaiful Sagala. 2011. Praktik Etika Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

0 komentar:

Posting Komentar