Pages

Senin, 17 Desember 2012

Model Pembelajaran Problem Based Learning


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendekatan berbasis masalah (problem based learning) memang sesuatu yang bisa dikatakan sedang “in” di dunia pendidikan saat ini. Apalagi untuk konteks kita yang ada di Indonesia, yang mengalami banyak masalah-masalah, pendekatan Problem Based Learning (PBL) ini akan memberikan manfaat bagi seluruh aspek kehidupan kita. Baik bagi instuisi pendidikan, pendidik, pemelajar, instuisi pengguna, dan dalam skala yang lebih besar lagi, bagi bangsa kita. Kita harus membuat para pemelajar kita “terberdayakan” dengan proses yang mereka alami selama sekolah. Problem Based Learning (PBL) adalah salah satu pendekatan learned centered
yang tepat untuk mewujudkan itu.
Dalam proses PBL, pemelajar dapat menyeimbangkan pemanfaatan otak kanan dan otak kirinya. Mereka belajar untuk tidak hanya memanfaatkan otak kirinya yang berfikir konvergen dimana hanya ada satu solusi yang benar. Mereka juga terlatih berfikirsecara divergen, melihat berbagai kemungkinan solusi, sebelum akhirnya melakukan analisis untuk sebuah solusi terbaik. Kita harus terus berupaya mengembangkan pendidikan yang learned centered di sekolah-sekolah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan-pelatihan terkait, menyebarkan konsep-konsepnya, dan menunjukkan manfaat-manfaatnya. Faktanya PBL menjadi perbincangan yang cukup “hot” di kalangan pendidikan sejak 5 tahun terakhir.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari model Problem Based Learning?
2.      Apa masalah-masalah yang dihadapi dalam pembelajaran?
3.      Bagaimana langkah proses model Problem Based Learning?
4.      Bagaimana penilaian proses model Problem Based Learning?
5.      Bagaimana keunggulan dan kelemahan model Problem Based Learning?
6.      Bagaimana aplikasi model Problem Based Learning?




BAB II
PEMBAHASAN


1)      Definisi Model Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.
Dalam proses PBL, sebelum pembelajaran dimulai, pemelajar, bekerja sama dalam kelompok, mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki dan sekaligus mencari  informasi-informasi baru yang relefan untuk solusinya. Di sini tugas pendidik adalah mencari fasilitator yang mengarahkan pemelajar untuk mencari dan menemukan solusi yang diperlukan (hanya mengarahkan, bukan menunjukkan), dan juga sekaligus menentukan kriteria pencapaian proses pembelajaran itu.
Karakteristik yang tercakup dalam proses Problem Based Learning, diantaranya:
Ø  Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran
Ø  Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dalam dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured).
Ø  Masalah biasanya menuntut perspectif majemuk (multiple perspective). Solusinya menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab perkuliahan (atau SAP) atau lintas ilmu ke bidang lainnya.
Ø  Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning). Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pecarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting.
Ø  Pembelajarannya kolaboratif, kooperatif, dan komunikatif. Pemelajar bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi.
Salah satu perbedaan antara Problem Based Learning dengan metode pembelajarn yang konvensional adalah terletak pada penyajian sebuah masalah. Bahwa yang namanya belajar tidak hanya sekedar mengingat (menghafal), meniru, mencontoh. Begitu pula, dalam PBL, yang namanya “masalah” tidak sekedar latihan yang diberikan setelah contoh-contoh soal disajikan. Dalam cara-cara belajar konvensional, pendidik sering menerangkan, memberikan contoh-contoh soal sekaligus langkah-langkah untuk menyelesaikan soal.


2)      Masalah-masalah yang Dihadapi dalam Pembelajaran
1.      Masalah-Masalah Internal Belajar
Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak dapat belajar dengan baik. Terdapat beberapa faktor intern yang dialamai dan dihayati oleh siswa dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar. Faktor-faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1)      Sikap Terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tenyang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian terhadap sesuatu memberikan sikap menerima, menolak atau mengabaikannya begitu saja. Selama melakukan proses pembelajaran sikap siswa akan menentukan hasil dari pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa yang salah terhadap belajar akan membawa kepada sikap yang salah dalam melakukan pembelajaran. Sikap siswa ini akan mempengaruhinya terhadap tindakana belajar. Sikap yang salah akan membawa siswa mersa tidak peduli dengan belajar lagi. Akibatnya tidak akan terjadi proses belajar yang kondusif. Tentunya hal ini akan sangat menghambat proses belajar. Sikap siswa terhadap belajar akan menentukan proses belajar itu sendiri. Ketika siswa sudah tidak pesuli terhadap belajar maka upaya pembelajaran yang dilakaukan akan sia-sia. Maka siswa sebaiknya mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.

2)      Motivasi Belajar
Tidak diragukan bahwa dorongan belajar mempunyai peranan besar dalam menumbuhkan semangat pada siswa untuk belajar. Karena seorang siswa meski memiliki semangat yang tinggi dan keinginan yang kuat, pasti akan tetap ditiup oleh angin kemalasan, tertimpa keengganan dan kelalaian. Maka tunas semangat ini harus dipelihara secara terus menerus. Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya mutu belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus. Motivasi yang diberikan dapat meliputi penjelasan tentang keutamaan ilmu dan keutamaan mencari ilmu. Bila siswa mengetahui betapa besarnya keutamaan sebuah ilmu dan betapa besarnya ganjaran bagi orang yang menuntut ilmu, maka siswa akan merasa haus untuk menuntut ilmu. Selain itu bagaimana seorang gurumampu membuat siswanya merasa membutuhkan ilmu. Bila seseorang merasa membutuhkan ilmu maka tanpa disuruhpun siswa akan mencari ilmu itu sendiri. Sehingga semangat siswa untuk menunutut ilmu sangat tinggi, dan hal ini akan memudahkan proses belajar.

3)      Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian guru perlu melakukan berbagai strategi belajar mengajar dan memperhatikan waktu belajar serta selingan istirahat. Yang perlu diperhatikan oleh guru ketika memulai proses belajar ialahsebaiknya seorang guru tidak langsung melakukan pembelajaran namun seorang guru harus memusatkan perhatian siswanya sehingga siap untuk melakukan pembelajaran. Sebab ketika awal masuk kelas perhatian siswa masih terpecah-pecah dengana berbagai masalah. Sehingga sangat perlu untuk melkukan pemusatan perhatian dengan berbagai strategi. Menurut seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar seseorang setelah tigapuluh menit telah mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa menit. Istirahat ini tidak harus keluar kelas melainkan dapat berupa obrolan ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks kembali. Dengan memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.

4)      Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menrima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar merupakan nilai nilai dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai kesusilaan, serta nilai kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan pelajaran menjadi makin baik jika siswa berperan aktif selama proses belajar. Misalnya, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang disampaikan, sehingga siswa benar-benar memahami materi yang telah disampikan. Siswa akan mengolah bahan belajar dengan baik jika mereka merasa materi yang diampaikan menarik, sehingga seorang guru sebaiknya menyampaikan materi secara menarik sehingga siswa akan memusatkan perhatiannya terhadap materi yang disampaikan oleh guru.

5)      Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam jangka waktu yang pendek maupun dalam jangka waktu yang panjang. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan , proses pengolahan kembali dan proses penggunaan kembali. Biasanya hasil belajar yang disimpan dalam jagka waktu yang panjang akan mudah dilupakan oleh siswa. Hal ini akan terjadi jika siswa tidak membuka kembali bahan belajar yang telah diberikan oleh seorang guru. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya guru mengingatkan akan materi yang telah lama diberikan, serta memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga mau atau tidak mau siswa akan berusaha untuk mengingat kembali materi yang telah lama disampaikan serta membuka kembali buku yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga Ingatan yang disimpan dalam jangka panjang akan semakin kuat.

6)      Menggali Hasil Belajar Yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal baru maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama maka siswa akan memanggil atau membangkitkan kembalipesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Ada kalanya siswa mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya sendiri. Gangguan tersebut dapat dikarenakan kesukaran penerimaan, pengolahan dan penyimpanan. Jika siswa tidak memperhatikan dengan baik pada saat penerimaan maka siswa tidak memiliki apa apa. Jikasiswa tidak berlatih sungguh sungguh maka siswa tidak akan memiliki ketrampilan.

7)      Kemampuan Berprestasi
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan puncak suatu proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan hasil belajar yang telah lama ia lakukan. Siswa menunjukan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau menstransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh pada proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman.

8)      Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diriyang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Semakin sering siswa mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik maka rasa percaya dirinya akan meningkat. Dan apabila sebaliknya yang terjadi maka siswa akan merasa lemah percaya dirinya.

9)      Intelegensi Dan Keberhasilan Belajar
Intelegensi merupakan suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi actual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari. Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah . Hal ini akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada tempatnya mereka didorong untuk melakukan belajar dibidang kterampilan.

10)  Kebiasaan Belajar
Kebiasaan-kebiasaan belajar siswa akan mempengaruhi kemampunanya dalam berlatih dan menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru. Kebiasaan buruk tersebut dapat berupa belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti merokok. Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah-sekolah pelosok, kota besar, kota kecil. Untuk sebagian kebiasaan tersebut dikarenakan oleh ketidakmengertian siswa dengan arti belajar bagi diri sendiri.

11)  Cita-Cita Siswa
Cita-cita sebagai motivasi intrinsic perlu didikan. Didikan memiliki cita-cita harus ditanamkan sejak mulai kecil. Cita-cita merupakan harapan besar bagi siswa sehingga siswa selalu termotivasi untuk belajar dengan serius demi menggapai cita-cita tersebut. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuannya sendiri.

2.      Faktor-Faktor Ekstern Belajar
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsic siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktifitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan factor eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa factor eksternal yang berpengaruh pada aktifias belajar. Faktor-fsktor eksternal tersebut adalah sebagai berikut
1)      Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik . Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik pemuda generasi bangsanya. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi bidang studi tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagai manusia. Dengan penghasilan yang diterimanya setiap bula ia dituntut berkemampuan hidup layak sebagai seorang pribadi guru. Tuntutan hidup layak tersebut sesuai dengan wilayah tempat tinggal dan tugasnya. Guru juga menumbuhkan diri secara professional. Ia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Mengatasi masalah-masalah keutuhan secara pribadi, dan pertumbuhan profesi sebagai guru merupakan pekerjaan sepanjang hayat. Kemampuan mengatasi kedua masalah tersebut merupakan keberhasilan guru membelajarkan seorang siswa.

2)      Prasarana Dan Sarana Pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi sarana olahraga, gedung sekolah ruang belajar, tempat ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa lengkapnya sarana dan prasarana menentukan jaminan melakukan proses pembelajaran yang baik. Justru disinilah muncul bagaimana mengolah sarana dan prasaranapembelajaran sehingga tersenggara proses belajar yang berhasil dengan baik.

3)      Kebijakan Penilaian
Kegiatan penilaian merupakan proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut maka proses belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Pelaku aktif dalam belajar adalah siswa. Pelaku aktif dalam pembelajaran adalah guru. Dengan demikian, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi, dari sisi siswa hasil belajar merupak tingkat perkembangan mental yang lebing baik bila dibandingkan pada saat pra belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dinilai dari ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah dan tingkat nasional. Jika digolonhkan lulus maka dapay dikatakan proses belajar siswa dan tindak mengajar guru berhenti sementara. Jika digolongkan tidak lulus, terjadilah proses belajar ulang bagi siswa dan mengajar ulang bagi guru.

4)      Lingkungan Sosial Siswa Di Sekolah
Tiap siswa dalam lingkunga sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja berkoprasi, berkompetisi, bersaing, konflik atau perkelahian.

5)      Kurikulum Sekolah
Kurikulum yang diberlakukan di sekolahadalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau yayasan pendidikan. Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan masyrakat. Dengan kemajuan dan perkembangan masyrakat timbul tuntutan kebutuhan baru dan akibatnya kurikulum sekolah perlu direkonstruksi. Adanya rekonstruksi itu menimbulkan kurikulum baru. Perubahan kurikulum sekolah menimbulkan masalah seperti tujuan yang akan dicapai mungkin akan berubah, isi pendidikan berubah, kegiatan belajar mengajar berubah serta evaluasi beruba.

3)      Langkah Proses Model Problem Based Learning
Proses PBL akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan (masalah, formulir pelengkap, dll). Pemelajar pun harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok menjalankan proses yang sering dikenal dengan Proses 7 Langkah. Proses 7 langkah tersebut diantaranya;
Langkah 1: Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas
Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam masalah.
Langkah 2: Merumuskan Masalah
Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu. Kadang-kadang ada hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya, atau ada yang sub-sub masalah yang harus diperjelas dahulu.
Langkah 3: Menganalisis Masalah
Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum dalam masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini. Anggota kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana menjalaskan, melihat alternatif atau hipotesis yang terkait dengan masalah.
Langkah 4: Menata Gagasan dan Secara Sistematis Menganalisisnya dengan Dalam
Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkanmana yang saling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya.Analisis adalah upaya memilah-milah sesuatu menjadi bagian-bagian yang membentuknya.
Langkah 5: Memformulasikan Tujuan Pembelajaran
Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat. Inilah yang akan menjadi dasar gagasan yang akan dibuat di laporan. Tujuan pembelajaran ini juga yang dibuat menjadi dasar penugasan-penugasan individu di setiap kelompok.
Langkah 6: Mencari Informasi Tambahan daro Sumber yang Lain (Di Luar Diskusi Kelompok)
Pada langkah ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah tahu tujuan pembelajaran. Saatnya mereka harus mencari informasi tambahan itu, dan menentuka dimana hendak mencarinya. Setiap anggota harus mampu belajar sendiri dengan efektif untuk tahapan ini, agar mendapatkan informasi yang relevan, seperti misalnya menentukan kata kunci dalam pemilihan, memperkirakan topik, penulis, publikasi dari sumber pembelajaran.
Pemelajar harus memilih, meringkas sumber pembelajaran itu dengan kalimatnya sendiri, dan mintalah menulis sumbernya dengan jelas. Keaktifan setiap anggota harus disampaikan oleh setiap individu/ sub kelompok yang bertanggung jawab atas setiap tujuan pembelajaran. Lapora ini harus disampaikan dan dibahas di pertemuan kelompok.
Langkah 7: Mensintesa (Menggabungkan) dan Menguji Informasi Baru dan Membuat Laporan untuk Dosen/ Kelas
Dari laporan-laporan individu/ sub kelompok, yang dipresentasikan di hadapan anggota kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi-informasi baru. Anggota yang mendengar laporan haruslah kritis tentang laporan yang disajikan (laporan diketik, dan diserahkan ke setiap anggota). Kadang-kadang laporan yang dibuat menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru yang harus disikapi oleh kelompok.
Pada langkah ke 7 ini kelompok sudah dapat membuat sintesis; menggabungkannya dan mengkombinasikan hal-hal yang relevan. Sebagian bagus tidaknya aktivitas PBL kelompok, akan sangat ditentukan pada tahap ini (untuk kondisi kelas-kelas yang ada di Indonesia, umumnya proses ini harus terjadi di luar kelas). Di tahap ini, ketrampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas, mendiskusikan dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam betuk paper / makalah.
Ke tujuh langkah ini dapat berlangsung dalam beberapa pertemuan kelompok. Tergantung kondisi dan kontek yang ada pada setiap kelas, ada yang menjalankannyadengan 3/ 4 pertemuan. Untuk ketiga kali pertemuan, kira-kira pembagiannya seperti berikut:
Ø  Pertemuan 1; (Langkah 1-5) di kelas, dengan difasilitasi pendidik.
Ø  Pertemuan 2; (Langkah 6-7) di luar kelas, pemel;ajar mandiri/ berkelompok.
Ø  Pertemuan 3; Presentasi laporan kelompok dan diskusi kelas. Sebelum diskusi didahului dengan pengklarisfikasian pekerjaan pemelajar oleh pendidik.

4)      Penilaian Proses Model Problem Based Learning
Dalam PBI perhatian pembelajaran tidak pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu tugas penilaian tidak cukup bila hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan pensil (paper and pencil test). Teknik penilaian yang sesuai dengan model ini adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka. Tugas evaluasi yang sesuai untuk model ini terutama terdiri atas menemukan prosedur penilaian alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan penilaian kinerja dan peragaan hasil.

5)      Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Based Learning
Ø  Kelebihan
1.      Peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan dan terjadi interaksi yang dinamis diantara guru dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa.
2.      Peserta didik mempunyai keterampilan mengatasi masalah.
3.      Peserta didik mempunyai kemampuan mempelajari peran orang dewasa.
4.      Peserta didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan independen
5.      Keterapilan berfikir tingkat tinggi, menurut Resnick cirri-ciri berfikir tingkat tinggi adalah:
1)      Bersifat non-algoritmatik, artinya jalur tindakan tidak sepenuhnya ditetapkan sebelumnya.
2)      Bersifat kompleks, artinya mampu berfikir dalam berbagai perspektif atau mampu menggunakan sudut pandang.
3)      Banyak solusi, artinya mampu  mengemukakan dan menggunakan berbagai solusi dengan mempertimbangkan keuntungan dan kelemahan masing-masing.
4)      Melibatkan interpretasi.
5)      Melibatkan banyak criteria, artinya tidak semua yang menghubung dengan tugas yang ditangani telah diketahui.
6)      Melibatkan pengajuan diri proses-proses berfikir.
7)      Menentukan makna, menemukan struktur dalam sesuatu yang tampak tidak beraturan. Mampu mengidentifikasi pola pengetahuan.
8)      Membutuhkan banyak usaha.

Ø  Kekurangan
1.      Memungkinkan peserta didik menjadi jenuh karena harus berhadapan langsung dengan masalah.
2.      Memungkin peserta didik kesulitan dalam memperoses sejumlah data dan informasi dalam waktu singkat, sehingga PBL ini membutuhkan waktu yang relatif lama.

6)      Aplikasi Model Problem Based Learning
Ada beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum, penerapan model ini mulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh mahasiswa. Masalah tersebut dapat berasal dari mahasiswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Mahasiswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, mahasiswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya (I Wayan Dasna dan Sutrisno, 2007).
Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian mahasiswa belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh sebab itu, penggunaan PBL dapat memberikan pengalaman belajar melakukan kerja ilmiah yang sangat baik kepada mahasiswa.
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan. Empat tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berpikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills).
Langkah mengidentifikasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam PBL. Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi masalah bagi dosen dan siswa. Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran.
Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh dosen pada tahap ini. Walaupun dosen tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat memfokuskan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan agar mahasiswa melakukan refleksi lebih dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini dosen harus berperan sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang direncanakan. Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL adalah pertanyaan berbasis why bukan sekedar how.
Setiap tahap dalam pemecahan masalah, keterampilan mahasiswa dalam tahap tersebut hendaknya tidak semata-mata keterampilan how, tetapi kemampuan menjelaskan permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Namun yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah kemampuannya untuk memahami permasalahan dan alasan timbulnya permasalahan tersebut serta kedudukan permasalahan tersebut dalam tatanan sistem yang sangat luas.

  
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problrm Based Learning. Jakarta: Kencana.

Diakses pada Minggu, 23 Oktober 2011 pada 13.34
Diakses pada Minggu, 23 Oktober 2011 pada 13.40
Diakses pada Minggu, 23 Oktober 2011 pada 13.55
Diakses pada Minggu, 23 Oktober 2011 pada 14.07


0 komentar:

Posting Komentar