Pages

Rabu, 19 Desember 2012

Paham Positifistik Oleh Comte


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Istilah sosiologi diperkenalkan oleh Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari Prancis pada tahun 1839. Auguste Comte membuat istilah sosiologi dari gabungan dua kata yang berasal dari bahasa yang berlainan yaitu Socius yang berasal dari bahasa latin yang berarti kawan, dan Logos yang berasal dari kata Yunani yang berarti kata atau berbicara. Jadi Sosiologi berarti berbicara mengenai masyarakat.
Di dalam pengertian Sosiologi masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu atau sebagai penjumlaha n dari individu semata, melainkan sebagai suatu pergaulan hidup. Oleh karena manusia itu hidup bersama, dan masyarakat sebagai suatu sistem yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya.
Munculnya sosiologi dikarenakan oleh adanya revolusi Perancis yang menyebabkan kekacauan dan permasalahan. Untuk mencari solusi dari permasalahan yang terjadi, Comtee merumuskan filsafat positivistik untuk mengembalikan masyarakat yang damai tanpa mereduksi kemerdekaan berpolitik.
Auguste Comte sebagai pelopor perkembangan sosiologi, dimana beliau pulalah yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ruang lingkup dan isi-isi ilmu pengetahuan lain. Menurut Comte tentang perkembangan manusia dan pemikirannya, melalui 3 tahap perkembangan yakni teologis, metafisik, dan positivistik. Munculnya tiga tahapan perkembangan masyarakat tsb menggambarkan perkembangan masyarakat dari tradisional menuju sosial modern.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas di peroleh beberapa rumusan masalah, yakni:
1.      Bagaimanakah tahap perkembangan masyarakat menurut Comtee?
2.      Bagaimanakah perkembangan masyarakat dari tradisional menuju modern?
3.      Apa kaitan antara paham positivistik dengan pendidikan?
4.      Apakah perbedaan antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern?

C.    Tujuan
Tujuan dari pembahasan materi ini adalah:
1.      agar Mahasiswa mengetetahui teori Comtee tentang perkembangan masyarakat.
2.      agar Mahasiswa megetahui tahap perkembangan masyarakat dalam prespektif Comtee.
3.      agar Mahasiswa mengetahui hubungan antara positivistik dalam pendidikan.
4.      agar Mahasiswa perbedaan antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern.

















BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Kajian tentang Masyarakat
Menurut M.J. Herskovits mendefinisikan masyarakat sebagai kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.
Selo Soemardjan mengartikan masyarakat sebagai orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Berdasarkan pandangan sosiolog barat yakni Max Weber mengartikan masyarakat sebagai struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
Sedangkan menurut Paul B.Horton mendefinisikan masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama cukup lama, mendiami wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar  kegiatan dalam kelompok tersebut. (Elly M.Setiadi & Usman Kolip. 2011:35-36).
Dari beberapa definisi masyarakat yang di kemukakan oleh para ahli dapat ditarik benang merah bahwa masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang membentuk struktur, yang menempati suatu wilayah tertentu dalam waktu yang relatif lama serta memiliki kebudayaan dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan mereka.

B.     Kajian tentang Masyarakat Tradisional
Menurut Rentelu, Pollis, dan Schaw masyarakat tradisional adalah masyarakat yang hidupnya statis, tidak ada perubahan sama sekali, tidak ada dinamika yang timbul dalam kehidupannya. Statis disini dapat di artikan selalu sama dari hari kehari. Sekalipun anggota masyarakatnya semakin  hari terus bertambah akibat reproduksi atau berkurang karena kematian, semuanya tidak mengubah kehidupan mereka sehari-hari. (sumber: http://www.anneahira.com/pengertian-masyarakat-tradisional.htm)

C.    Kajian tentang Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya memunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peraadaban masa kini. Masyarakat modern telah bebas dari kekuasaan adat istiadat lama. Masyarakat modern umumnya telah tinggal di daerah perkotaan sehingga disebut juga masyarakat kota. (sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1997485-masyarakat-tradisional-dan-masyarakat-modern/)
Menurut Elly  M.Setadi dan Usman Kolip dalam Pengantar Sosiologi, masyarakat modern adalah masyarakat yang memusatkan perhatiannya pada produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa yang dalam hal ini, uang adalah sebagai ukuran umum dan alat tukar. Semua tindakan masyarakat modern tertuju pada bisnis dan uang. (2011:700).
D.    Kajian tentang Lembaga Pendidikan
Menurut Imam Syafi’i Lembaga Pendidikan (baik formal, non formal atau informal) adalah tempat transfer ilmu pengetahuan dan budaya (peradaban).
Menurut Drs. H. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati Lembaga Pendidikan adalah badan usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik.
Menurut Enung K. Rukiyati, Fenti Himawati Lembaga Pendidikan adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan yang bersamaan dengan proses pembudayaan.
Menurut Prof. Dr. Umar Tirtarahardja dan Drs. La Sula Lembaga Pendidikan adalah tempat berlangsungnya pendidikan ,khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Berdasarkan pendapat di atas lembaga pendidikan adalah suatu badan yang mendukung berlangsungnya proses pendidikan  dan pembudayaan melalui transfer ilmu pengetahuan kepada anak didik.
E.     Kajian tentang Moderenisasi dan Moderenitas
Menurut Wilbert Moore, moderenisasi adalah transformasi total masyarakat tradisional atau pra modern ke tipe masyarakat teknologi (modern) dan organisasi sosial yang menyerupai kemajuan dunia Barat yang ekonominya makmur dan situasi politiknya stabil (Piotr Sztompka. 2005:152)
Menurut Soerjono Soekanto  suatu bentuk perubahan sosial yang merupakan perubahan sosial terarah ( directed change) yang didasarkan pada suatu perencanaan (social planning).
Harold Rosenberg mengungkapkan bahwa moderenisasi mengacu pada urbanisasi atau sejauh mana dan bagaimana pengikisan sifat-sifat pedesaan suatu masyarakat berlangsung.
Berdasar pendapat para ahli tersebut, dapat dipahami bahwa modernisasi merupakan perubahan masyarakat dari masyaraat tradisional ke masyarakat modern. Bentuk perubahannya adalah perubahan yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasa diistilahkan dengan social planning.
Sedangkan Moderenitas menurut Piotr Sztompka moderenitas merupakan transformasi sosial, politik, ekonomi, kultural, dan mental yang terjadi di Barat sejak abad ke-16. Moderenitas meliputi proses industrialisasi, urbanisasi, rasionalisasi, birikratisasi, demokratisasi, pengaruh kapitalisme, perkembangan individualisme, dan motivasi untuk berprestasi, dsb.






















BAB III
PEMBAHASAN
A.    Profil Auguste Comtee
Auguste Comtee bernama lengkap Isidore Auguste Marie Francois Xavier, lahir di Montpellier, Perancis pada 17 Januari 1798  dan meninggal di Paris pada 5 September 1857 (59 tahun). Ia adalah anak seorang bangsawan yang berasal dari keluarga berdarah katolik. Namun, diperjalanan hidupnya Comtee tidak menunjukan loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga kepada katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh suasana pergolakan sosial, intelektual dan politik pada masanya.
 Comtee adalah seorang berkebangsaan Perancis yang pertama kali memberikan nama sosiologi pada ilmu yang mengkaji hubungan sosial kemasyarakatan, sehingga ia mendapat julukan Bapak Sosiologi (Elly M.Setiadi & Usman Kolip. 2011:11).
Sejak kecil Comtee telah menunjukkan diri sebagai seorang yang berpikiran bebas, mempunyai kemampuan berpikir, penganut republik yang militan, skeptis terhadap ajaran-ajaran katolik, dan kritis terhadap mahagurunya.
Dalam memahami krisis, Comtee berpendapat harus melalui pedoman-pedoman berpikir ilmiah. Ia kemudian dikenal sebagai pencetus perspektif pengetahuan positivistik atau filsafat positivistik, sebagai bentuk perlawanan terhadap filsafat dan cara berpikir yang melandasi para filosof pencerahan.
Sebagai wujud perlawanannya terhadap filsafat negatif yang mendasari pencerahan dan evolusi Perancis, Comtee secara tegas menolak perubahan revolusioner. Dia menganjurkan perubahan evolusi. Teori evolusi inilah kemudian yang mendorong lahirnya hukum tiga tahap perkembangan masyarakat yakni teologis, metafisika, dan positif. (Zainuddin Maliki. 2010:62-63)

B.     Tahap Perkembangan Masyarakat Menurut Comtee
Para sosiolog telah melakukan ikhtiar ilmiah untuk menentukan taraf evolusi perkembangan masyarakat manusia. Di mulai dari Auguste Comtee dengan karyanya yang berjudul Course Phylosohie Positive. Beliau menekankan hukum perkembangan masyarakat yang terdiri dari tiga jenjang, yaitu jenjang teologi dimana manusia mencoba menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu pada hal yang bersifat adikodrati. Taraf  perkembangan selanjutnya disusul pencapaian manifestasi kemampuan manusia untuk menangkap fenomena lingkungan dengan menyadarkan pada kekuatan-kekuatan metafisika atau abstrak. Hingga pada level tertinggi, taraf positif. Iklim kehidupan demikian di tandai dengan prestasi kemampuan manusia untuk menjelaskan gejala alam maupun sosial berdasar pada deskripsi ilmiah melalui pemahaman kekuasaan hukum objektif. Dari pengertian tersebut perwujudan manusia positivis hanya mampu di topang oleh orientasi pendidikan yang sudah terlembaga secara mantap melalui aplikasi fungsi sekolah-sekolah modern. (Elly M.Setiadi&Usman Kolip.2011:911).
Comte meyakini ilmu sosiologi harus bersifat sains (scientific) dengan landasan filsafat positif (positive philosophy). Kelahiran ilmu sosiologi ini tidak lepas dari dinamika sosial masyarakat Eropa, Perancis khususnya dimana Comte hidup, pada waktu itu.
Revolusi di Perancis pada tahun 1789 melahirkan harapan baru terhadap politik liberal yang diperjuangkan sejak kekuasaan monarki absolute para kaisar di Eropa. Walaupun demikian, revolusi ini juga menyebabkan kekacauan sosial dan ketidakmapanan struktur masyarakat. Comte merumuskan filsafat positif yang semangatnya mengembalikan masyarakat yang damai tanpa mereduksi kemerdekaan berpolitik.
Dalam buku realitas sosial dijelaskan bahwa inti ajaran Comte yaitu sejarah pokoknya adalah proses perkembangan bertahap dari cara manusia berfikir dan proses ini bersifat mutlak, universal, dan tak terelakkan. Teori evolusi Comte tidak menganut determinisme yang radikal walaupun ia berpendapat bahwa proses evolusi akal budi serta pemantulannya oleh masyarakat berjalan terus dan pasti mencapai tujuannya, namun menurut dia manusia masih juga memainkan peranan bebas. Oleh peranan manusia dapat mempercepat atau memperlambat datangnya zaman baru. Selain itu, manusia dapat mengadakkan variasi tiga faktor yang disebut berpengaruh atas adanya variasi yaitu suku bangsa, iklim dan strategi. Namun demikian semakin manusia menyadari bahwa hukum evolusi bersifat pasti, dan mendukungnya , semakin cepat masyarakat baru akan terwujud.
Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social Dynamic. Social statics dimaksudkannya sebagai suatu study tentang hukum– hukum aksi dan reaksi antara bagian– bagian dari suatu sistem sosial. Social statics merupakan bagian yang paling elementer dari ilmu sosiologi, tetapi dia bukanlah bagian yang paling penting dari study mengenai sosiologi, karena pada dasarnya social statics merupakan hasil dari suatu pertumbuhan. Bagian yang paling penting dari sosiologi menurut Auguste Comte adalah apa yang disebutnya dengan social dynamic, yang didefinisikannya sebagai teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat. Karena social dynamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu sendiri.
Social dynamics adalah teori tentang perkembangan manusia. Comte tidak membicarakan tentang asal usul manusia karena itu berada di luar batas ruang lingkup ilmu pengetahuan. Karena ajaran filsafat positif yang diajukannya mengatakan bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah dapat dibuktikan dalam kenyataan. Dia berpendapat bahwa di dalam masyarakat terjadi perkembangan yang terus menerus, sekalipun dia juga menambahkan bahwa perkembangan umum dari masyarakat tidak merupakan jalan lurus. Ada banyak hal yang mengganggu perkembangan suatu masyarakat seperti faktor ras manusia sendiri, faktor iklim dan faktor tindakan politik.
Sedangkan social statics dimaksudkan Comte sebagai teori tentang dasar masyarakat. Comte membagi sosiologi kedalam dua bagian yang memiliki kedudukan yang tidak sama. Sekalipun social statics adalah bagian yang lebih elememter didalam sosiologi tetapi kedudukannya tidak begitu penting dibandingkan dengan social dynamics. Fungsi dari sosial statics adalah untuk mencari hukum – hukum tentang aksi dan reaksi dari pada berbagai bagian didalam suatu sistem sosial. Sedangkan dalam sosial statics mencari hukum – hukum tentang gejala – gejala sosial yang bersamaan waktu terjadinya. Didalam sosial statics, terdapat 4 doktrin yaitu doktrin tentang individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Pembagian sosiologi kedalam dua bagian ini bukan berarti akan memisahkannya satu sama lain. Bila social statics merupakan suatu study tentang masyarakat yang saling berhubungan dan akan menghasilkan pendekatan yang paling elementer terhadap sosiologi, tetapi study tentang hubungan– hubungan sosial yang terjadi antara bagian – bagian itu tidak akan pernah dapat dipelajari tanpa memahaminya sebagai hasil dari suatu perkembangan. oleh karena itu, Comte berpendapat bahwa tidaklah akan dapat diperoleh, suatu pemahaman yang layak dari suatu masalah sosial tanpa mengguanakan pendekatan social dynamic atau pendekatan historis.
Meskipun perspektif teoritis comte mencakup statika dan dinamika sosial, (ahli sosiologi sekarang lebih menyebutnya struktur dan perubahan). Comte menjelaskan bahwa tujuannya yang menyeluruh adalah “untuk menjelaskan setepat mungkin gejala perkembangan yang besar dari umat manusia dengan semua aspeknya yang penting, yakni menemukan mata rantai yang harus ada dari perubahan-perubahan umat manusia mulai dari kondisi yang hanya sekedar lebih tinggi daripada suatu masyarakat kera besar, secara bertahap menuju ke tahap peradapan eropa sekarang ini”.
Hukum tiga tahap merupakan usaha comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampai modern. Ini membawa kita kepada landasan pendekatan comte yakni teori evolusinya atau tiga tahap tingkatan. Teori ini mengemukakan adanya tiga tingkatan intelektual yang harus dilalui dunia di sepanjang sejarahnya. Menurut comte proses evolusi ini melalui tiga tahapan utama:
1.         Tahapan teologis, yaitu akal budi manusia, yang mencari kodrat manusia, yakni sebab pertama dan sebab akhir dari segala akibat – singkatnya, pengetahuan absolute, mengandaikan bahwa semua gejala dihasilkan oleh tindakan langsung dari hal-hal supranatural. Comte membagi lagi tahap ini menjadi tiga tingkat yaitu:
1)                  Kepercayaan terhadap kekuatan jimat ( fetishisme)
Kepercayaan terhadap jimat menandai awal teologis umat manusia. Di tingkat ini manusia membayangkan semua benda yang ada di alam ini dihidupkan oleh kekuatan yang sama yang menghidupkan dirinya. Pada tingkat ini kekuasaan mulai muncul ( kekuasaan ketua suku, dukun, dll). Prilaku lebih banyak didasarkan pada kepasrahan dan kepura-puraan disbanding dengan pertimbangan akal. Mulai ada usaha menaklukan alam. Kehidupan keluarga mulai muncul.
2)                       Kepercayaan terhadap banyak dewa (polyteisme)
Pada periode ini mumcul kehidupan kota, pemilikan tanah menjadi institusi social, muncul system kasta dan berperang dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menciptakan kehidupan politik yang langgeng.
3)                       Kepercayaan terhadap keesaan Tuhan (monotheisme)
Tahap ini mulai terjadi modifikasi sifat teologi dan sifat kemiliteran teologis. Gereja gagal memberikan basis yang langgeng bagi kehidupan social. mulai terjadi emansipasi wanita dan tenaga kerja. Gereja dan Negara dipisahkan oleh tuntutan universal pembedaan sifat gereja dan sifat local kekuasaan politik. Perang bergeser dari tindakan agresif menjadi tindakan mempertahankan diri.
2.         Tahapan metafisik, dalam fase metafisik, atau tahap transisi antara tahap teologis dan positivis. Tahap ini ditandai dengan suatu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dengan akal budi. Atau dengan kata lain akal budi mengandaikan bukan hal supranatural, melainkan kekuatan-kekuatan abstrak, hal-hal yang benar-benar nyata melekat pada semua benda.
3.         Tahapan positivistik, Di tingkat ini fikiran manusia tidak lagi mencari id-ide absolute, yang asli dan yang mentakdirkan alam semesta dan yang menjadi penyebab fenomena tetapi mencari hukum-hukum yang menentukan fenomena artinya menemukan rangkaian hubungan yang tidak berubah-ubah dan kesamaannya. Nalar dan pengamatan menjadi alat utama dalam berpikir. Tata masyarakat yang akhirnya akan lahir dari berpikir ini akan menjadi suatu keadaan ideal dimana faktor-faktor materiil, pikiran dan moral akan digabungkan dengan tepat untuk mencapai kesejahteraan umat manusia. Ditingkat positif agama dan kemunusiaan akan muncul, sosiologi akan menjadi pendeta agama baru dan akan membingbing manusia dalam kehidupan yang harmonis. Kemajuan terjadi melalui penggunaan nalar dalam tingkat positif dari sejarah. Menurut Comte tiga faktor yang menyebabkan manusia ingin maju yaitu:
1)        Tingkat kebosanan
2)        Lamanya umur manusia
3)        Faktor demografi (pertambahan jumlah penduduk, tingkat kepadatan, mobilitas penduduk).
                                                                                                                            
C.    Perkembangan Masyarakat dari Tradisional Menuju Modern
Pertama kali sosiologi berkembang di Benua Eropa sebagai akibat dari adanya revolusi Perancis dan revolusi industri di Inggris. Sebelum bergulirnya revolusi, masyarakat Eropa berada dalam pola-pola kehidupan tradisional yang diwarnai oleh sistem sosial yang foedalistik. Kondisi foedalistik ini dilihat dari beberapa indikator dalam masyarakat yaitu:
1.      Ketergantungan hidupnya pada sektor pertanian dan perkebunan (agraris).
2.      Ukuran kelas sosial selalu didasarkan pada faktor kepemilikian tanah, sehingga orang-orang yang memiliki tanah yang luas atau tuan tanah menempati kelas sosial teratas.
3.      Pembedaan status sosial kemasyarakatan dengan gelar-gelar kebangsawanan seperti raden (di Jawa), sir (di Inggris) dsb. 
4.      Pola-pola hubungan perekonomian lebih banyak di dominasi oleh pola-pola hubungan antara tuan tanah dan buruh tani, petani penggarap dan penyewa tanah pertanian.
Sebagian masyarakat menganggap sistem foedalisme sebagai pola kehidupan yang didominasi oleh berbagai ketidakadilan, terutama dalam pola-pola pembagian aset kepemilikan dan hasil pertanian. Dalam kasus Perancis, ketidakadilan tersebut menjadi bertambah-tambah akibat totaliter yang diterapkan dalam pemerintahan kerajaan tersebut (Elly M.Setiadi & Usman Kolip. 2011:8-9)
Karena itu, lahirlah revolusi industri yang diharapkan akan mengubah pola kehidupan masyarakat tradisional ke pola modern. Namun, kenyataannya revolusi industri justru menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih buruk yaitu anarkis, akibat hancurnya tatanan pemerintahan di Perancis. Revolusi tersebut rusak akibat sistem tradisional yang foedalistik. Bukan hanya gagal mengubah kelas sosial yeng mengotak-kotakkan masyarakat, tetapi membuat pengkotak-kotakan mayarakat semakin menjadi-jadi.
Berangkat dari persoalan itulah, Auguste Comtee berusaha mencari jawaban dari persoalan tersebut secara ilmiah melaui sosiologi yang Ia cetuskan pertama kali sebagai bidang yang mengkaji hubungan sosial kemasyaraatan, sehingga membawa perubahan masyarakat ke arah moderenitas dan moderinisasi.

D.    Positivistik dalam Pendidikan
Filsafat positivisme mendapat tempat dalam ilmu sosial melalui Aguste Comte (1798-1857). Positivisme ilmu sosial mencita-citakan ilmu yang bebas niali, objektif, terlepas dari perasaan subjektif seperti moralitas dan kepentingan. Semangat ini menyajikan pengetahuan yang universal yang terlepas dari konteks dan sejarah. Pengetahuan yang terlepas dari ruang dan waktu. Positivisme merupukan usaha membersihkan pengetahuan dari kepentingan untuk melahirkan teori yang bebas nilai dari subjektivitas manusia (Novri Susan. 2009:12).
Sosiologi Comte menandai positivistik awal dalam ilmu sosial, mengadopsi saintisme ilmu alam yang menggunakan prosedur-prosedur metodologis ilmu alam dengan mengabaikan subjektivitas, hasil penelitian dapat dirumuskan ke dalam formulasi-formulasi (postulat) sebagaimana ilmu alam. Sehingga ilmu sosial bersif teknis, yaitu menyediakan ilmu-ilmu sosial yang bersifat instrumental murni dan bebas nilai.
Positivisme adalah kesadaran positivistis tentang kenyataan sebagaimana juga pengamatan oleh ilmu-ilmu alam. Dalam Dictionary of Philosophy and Religion (1980) Resee mendefisikan positivisme sebagai kerabat filsafat yang bercirikan metode evaluasi sains saintifik pada tingkat ekstrem. Seperti layaknya sebuah system pemikiran positivisme pada dasarnya mempunyai pijakan; logika empirisme, realitas objektif, reduksionisme, determinisme, dan asumsi bebas nilai. Lingkungan Wina adalah kelompok pendukung mazhab positivis pada filsafat abad mutakhir. Mereka menolak pembedaan ilmu-ilmu alam dari ilmu sosial. Pernyataan-pernyataan tanpa bukti empiris, seperti etika, estetika, dan metafisika adalah omong kosong. Lingkungan Wina secara gigih memperjuangkan bersatunya  semua ilmu pengetahuan ke dalam rumusan ilmiah yang universal (Novri Susan. 2009:13).
pendidikan sejatinya ditujukan untuk membantu memanusiakan manusia. Pendidikan tersebut harus mencakup unsur jasmani, rohani dan kalbu. Implementasi ketiga unsur itu dalam format pendidikan niscaya menghasilkan lulusan dengan nilai kemanusiaan yang tinggi. Filsafat pendidikan positivisme akan membantu guru sebagai pendidik untuk pendalaman pikiran bagi penyusunan kurikulum dan pembelajaran serta pendidikan siswanya di sekolah dan mengaitkannya dengan factor-faktor spiritual, social, ekonomi, budaya dan lain-lain, dalam berbagai bidang kehidupan untuk menciptakan insane yang sempurna baik lahir maupun batinnya.
Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat kompleks dan berjangka panjang, di mana berbagai aspek yang tercakup dalam proses saling erat berkaitan satu sama lain dan bermuara pada terwujudnya manusia yang memiliki nilai hidup, pengetahuan hidup dan keterampilan hidup. Prosesnya bersifat kompleks dikarenakan interaksi di antara berbagai aspek tersebut, seperti guru, bahan ajar, fasilitas, kondisi siswa, kondisi lingkungan, metode mengajar yang digunakan, tidak selamanya memiliki sifat dan bentuk yang konsisten yang dapat dikendalikan. Hal ini mengakibatkan penjelasan terhadap fenomena pendidikan bisa berbeda-beda baik karena waktu, tempat maupun subjek yang terlibat dalam proses. Dalam proses pendidikan tersebut diatas, kurikulum menempati posisi yang menentukan. lbarat tubuh, kurikulum merupakan jantungnya pendidikan. Kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan, dan keterampilan yang harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus dilaksanakan. Disinilah nilai-nilai positivistik berperan dalam pendidikan, contohnya yaitu dalam membantu guru sebagai pendidik untuk pendalaman pikiran bagi penyusunan kurikulum dan pembelajaran.

E.     Masyarakat Tradisional dan Masyarakat Modern
1.      Masyarakat Tradisional
 Masyarakat tradisional, merupakan masyarakat  sederhana yang sedang menuju masyarakat yang maju dengan pembagian kerja yang kompleks. Kehidupan masyarakat tradisional masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama (warisan nenek moyang) atau segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosialnya. Kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya.
Namun, Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat disetiap masyarakat. Suatu perubahan biasanya cenderung menimbulkan konflik, karena perubahan yang terjadi mungkin tidak sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat akan menimbulkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur sosial yang ada didalam masyarakat, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak sesuai fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan.
Masyarakat tradisional dapat disebut dengan masyarakat pedesaan dalam konteks ini karena masyarakat tradisional cenderung hidup atau berada pada desa-desa pedalaman pada suatu wilayah.
Sehubungan dengan perspektif Comtee yang menyatakan bahwa  kemajuan suatu peradaban mengikuti suatu pola yang pasti dan terjadi secara bertahap. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, perubahan peradaban manusia melalui tiga tahap secara berjenjang; dimana masing-masing tahap memiliki tingkat pemikiran dan struktur sosial yang khas atau berbeda satu dengan yang lainnya. Comte yang percaya bahwa perubahan tidaklah akan begitu tiba-tiba datangnya dalam masyarakat.
Berdasarkan Teori evolusi comte (unhas & universitas musamus) mengenai perkembangan masyarakat yang mencangkup tiga tahap yaitu dari tahap teologis, metafisik, dan positivistik dapat dikemukakan beberapa pola pikir masyarakat tradisional yakni:
a)      Bersahabat dengan alam. Masyarakat primitif yang hidupnya masih menjadi obyek bagi alam, belum memiliki hasrat atau mental untuk menguasai (pengelola) alam atau dapat dikatakan belum menjadi subyek
b)      Kepercayaan tinggi terhadap agama yang dianut. Menganggap ada roh-roh dalam setiap benda pengatur kehidupan dan dewa-dewa yang mengatur kehendak manusia dalam tiap aktivitasnya dikeseharian (adikodrati). Sehingga, penelitian tidak berkembang karena ide adikodrati mendominasi pemikiran umat manusia.
c)      Warisan nenek moyang dan hukum-hukum alam yang sudah ada, hal-hal yang dianggap sekarang (modern) tidak efisien dan sesuatu yang wajar menjadi hal-hal yang menjadi dasar dalam mereka bertindak. Ketidaksesuaian atau perubahan menjadi hal yang tidak dibenarkan.
d)     Semua konsepsi teoritik berlandaskan pada kekuatan-kekuatan adikodrati. berbagai fenomena dipahami sebagai hal atau kejadian yang berasal dari dewa atau Tuhan. Sehingga penelitian tidak berkembang karena ide adikodrati mendominasi pemikiran masyarakat.
e)      Kebersamaan keluarga dan kehidupan social merupakan bagian dari hidup yang memang sudah seharusnya.
Selain itu masyarakat radisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Budaya nenek moyang dan adat istiadat masih sangat kental di masyarakat
b.      Memanfaatkan alam sebagai sumber dalam kehidupan bersama. Mampu menimbulkan adanya ketergantungan pada masyarakat.
c.       Perbudakan, masyarakat tradisional biasanya diidentikan dengan hal tersebut.
d.      Proses pendidikan masih berlangsung sederhana, belum tersentuh teknologi atau pemikiran-pemikiran dari luar.
e.       kegiatan perekonomian berlangsung dari hasil-hasil kerja keras pertanian dan pekerjaan-pekerjaan sederhana lainya.
Pola pikir masyarakat tradisional yang teologis (berlandaskan adikodrati), adikodrati menjadi landasan konsepsi teoritik, fenomena dipahami sebagai hal atau kejadian yang berasal dari dewa atau Tuhan sehingga para pendeta dari agama-agama yang mereka anut menjadi penafsir-penafsir gejala-gejala alam dan menjadi sumberr kebenaran pengetahuan. hal tersebut mengakibatkan pendidikan mereka lebih cenderung pada proses pembentukan pendidikan agama, dimana sebuah agama mendirikan lembaga-lembaga social seperti sekolah agama katholik, Kristen atau islam (pesantren) yang memfokuskan pada proses pendidikan agama masing-masing.
Pendidikan  dalam masyarakat tradisional masih cenderung rendah dari pendidikan pada masyarakat yang sudah maju atau biasanya berada diwilayah perkotaan. Pendidikan masyarakat tradisional masih bersifat tradisional, yang dimaksud tradisional disini proses pendidikan yang terjadi masih sangat sederhana tidak semaju pada pendidikan di masyarakat-masyarakat jaman sekarang.
2.      Masyarakat Modern
Sosiologi lahir sebagai tanggapan intelektual atas periode sejarah tertentu pada abad ke-19 (Elly M.Setiadi & Usman Kolip. 2011:697). Pada dasarnya pembentukan teori sosiologi semenjak lahirnya telah dipusatkan pada masyarakat modern. Sebelum masa modern atau yang sering disebut dengan moderenitas, para sosiolog sepakat bahwa masa peralihan antara mayarakat tradisional dan modern terletak pada gejala revolusi industri di Inggris, sebab peristiwa itu membawa dampak yang sangat spektakuler di dalam struktur sosial masyarakat. Dampak yang paling nyata adalah peralihan dari struktur masyarakat feodal menjadi struktur masyarakat kapitalis. Dengan demikian modern ini sendiri lebih dekat dengan suatu paham yang dinamakan kapitalisme. Berdasarkan pada moderenitas itulah, paham/ filsafat positivisme muncul. Filsafat positivisme mendapat tempat dalam ilmu sosial melalui Auguste Comtee.
Auguste Comtee mengajukan beberapa ciri tatanan sosial baru (moderenitas) sebagai berikut: (1) konsentrasi tenaga kerja di pusat urban, (2) pengorganisasian pekerjaan yang ditentukan berdasarkan efektifitas dan keuntungan, (3) penerapan ilmu dan teknoogi, (4) munculnya antagonisme terpendam atau nyata antara majikan dan buruh, (5) berkembangnya ketimpangan dan ketidakadilan sosial, (6) sistem ekonomi berlandaskan usaha bebas dan kompetisi terbuka (Piotr Sztompka. 2005:82).
Menurut Krisham Kumar masyarakat modern/ moderenitas memilki ciri-ciri sebagai berikut:
a)      Individualistik, bahwa yang memegang peran sentral dalam masyarakat yaitu individu, bukan komunitas, kelompok, suku, atau bangsa.
b)      Diferensiasi, adalah pembagian kerja dalam sejumlah pekerjaan besar.
c)      Rasionalitas
d)     Ekonomisme, seluruh aspek kehidupan sosial didominasi oleh aktivitas ekonomi, tujuan ekonomi, kriteria ekonomi, dan prestasi ekonomi.
e)      Perkembangan
Ciri-ciri tersebut membedakan antara masyarakat tradisional dengan masyarakat modern. Begitu juga dalam pendidikan. Dalam masyarakat modern pendidikan memisahkan anak dari orang tuanya untuk memperoleh ketampilan (ilmu pengetahuan dan teknologi) serta akan membutuhkan waktu yang lebih panjang dari pada masyarakat sederhana. Dengan didirikannya lembaga-lembaga formal (sekolah) membuat mereka lebih banyak terpisah dengan lingkungan masyarakat mereka sendiri. Bentuk-bentuk lembaga pendidikan dalam masyarakat modern seperti sekolah-sekolah SMA, SMP, SD, TK,dll.
Hal ini mengakibatkan anak-anak dalam masyarakat meodern akan terasing dengan lingkungan masyarakatnya yang pada akhirnya akan mengurangi kepedulian di antara mereka.
Dalam masyarakat modern pengetahuan yang akan diajarkan akan membutuhkan seorang tenaga pengajar yang professional. Hal ini berimplikasi dengan cara pandang mereka bawah mereka akan dapat memetik keuntungan ataupun kerugian dari spesialisasi, pengetahuan dan keahlian yang telah mereka kuasai.

BAB III
KESIMPULAN

Munculnya sosiologi sebagai bentuk pemikiran dari Auguste Comtee berdasar dari beberapa alasan, yakni terjadinya revolusi di Perancis dan revolusi Industri di Inggris.  Kelahiran ilmu sosiologi ini tidak lepas dari dinamika sosial masyarakat Eropa, Perancis. Revolusi ini juga menyebabkan kekacauan sosial dan ketidakmapanan struktur masyarakat. Comte merumuskan filsafat positif yang semangatnya mengembalikan masyarakat yang damai tanpa mereduksi kemerdekaan berpolitik.
Pada dasarnya inti ajaran Comte yaitu sejarah pokoknya proses perkembangan masyarakat yang bertahap, yakni melalui tahap teologis, metafisik dan positivistik. Perkembangan ini dimulai dari perubahan masyarakat tradisional menuju sosial modern.
Dari pembahasan di atas dapat ditemui perkembangan dan perbedaan masyarakat tradisional dengan modern, tak terkecuali lembaga pendidikan yang ada dalam masyarakat tradisional dan modern.










DAFTAR PUSTAKA

Elly M.Setiadi & Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: KENCANA.
Susan Novri. 2009. Sosiologi Konflik (isu-isu konflik kontemporer). Jakarta: Kencana.
Sztompka, Piotr. 2005. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.
Zainuddin Maliki. 2010. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
http://agussetiaman.wordpress.com/. Diakses pada hari Minggu 29 April.
http://denisayuningtyas.blogspot.com/2012/01/auguste-comte.html. Diakses pada hari Minggu 29 April 2012.
http://galileo-pmii.tripod.com/artikel/comte.html. Diakses pada hari Rabu 2 Mei 2012.
Teori Modernisasi Klasik. Program Pascasarjana, Kerjasama Unhas- Universitas Musamus.ppt. Diakses pada hari Jumat, tanggal 4 Mei 2012.
http://www.anneahira.com/pengertian-masyarakat-tradisional.htm. Diakses pada hari Minggu, tanggal 6 Mei 2012.





                                    

0 komentar:

Posting Komentar