Pages

Rabu, 19 Desember 2012

Model Pengembangan Kurikulum


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Kurikulum adalah kata yang sudah lazim digunakan dalam dunia pendidikan. Tanpa adanya kurikulum maka tidak akan ada acuan yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya proses pembelajaran akan menjadi tidak terarah dan tidak terkontrol, sehingga sulit untuk mengetahui apakah tujuan diadakannya kegiatan belajar mengajar telah tercapai atau tidak. Istilah kurikulum pertma kali digunakan pada dunia olahraga zaman Yunani kuno, yang berasal dari kata curir dan curere.Pada waktu itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.Namun, dalam dunia pendidikan dewasa ini para ahli pendidikan memiliki penafsiaran berbeda tentang kurikulum.
            Kurikulum diperuntukkan bagi anak didik untuk dapat mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.Sebuah kurikulum meliputi perencanaan pengalaman belajar, serta perencanaan program pembelajaran demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, kurikulum tidak hanya menyangkut perencanaan materi yang akan dipelajari, tetapi juga tentang tata cara mengajarkan materi tersebut kepada para siswa. Intinya, kurikulum merupakan sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi sebagai tolak ukur pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentk nyata.

            Tata cara pengembangan kurikulum adalah hal terpenting yang harus dipahami oleh para pendidik. Pemahaman tentang pengembangan kurikulum akan memudahkan para pendidik dalam memaksimalkan proses belajar mengajar. Hal ini juga akan memudahkan dalam mengevaluasi sistem pembelajaran yang digunakan, sehingga pendidik dapat mengetahui apakah tujuan telah dicapai secara maksimal atau belum. Karena berbagai pertimbangan diatas, maka "Pengembangan Kurikulum" menjadi sesuatu yang sangat penting bagi para pendidik. Sebagai calon pendidik, akan menjadi sebuah keputusan yang bijak untuk memahami tentang "Pengembangan Kurikulum" sejak dini.


B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimanakah Jenis-Jenis Pendekatan Kurikulum?
2.    Bagaimanakah Model-Model Pengembangan Kurikulum?

C.    Tujuan
1.    Memahami berbagai jenis pendekatan kurikulum.
2.    Mamahami berbagai model pengembangan kurikulum





















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendekatan Pengembanagn Kurikulum
            Pendekatan dapat diartikan  sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu istilah pendekatan merujuk kepada pandanagan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembanagn kurikulum menuju pada titik tolak atau sudut pandang  secara umum tentang proses pengembangn kurikulum.
            Pengembangan kurikulum memiliki makna yang cukup luas. Menurut Sukmadinata (2000:1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (Curriculum Construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum improvement). Selanjutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembanagn kurikulum berarti menyususn seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum,  struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar progam pengajaran , sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainya beerkenaan dengan penjabaran  kurikulum (GBPP) yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru disekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, caturwulan, satuan pelajaran, dan lain-lain (Micro Curriculum).
            Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan ini bisa mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan  dan model pengembangan kurikulum itu sendiri.
            Dilihat dari cakupan pengembangannya apakah curriculum construction atau curriculum improvement, ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum. Pertama, Pendekatan Top Down atau pendekatan administratif sebagai pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah, dan Pendekatan Grass-Root, atau pengembanagn kurikulum sebagai yang dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, atau disebut juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.

1.    Pendekatan Top Down
                    Pendekatan Top Down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah.Dikatakan pendekatan Top Down, disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari para pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen atau kepala Kantor Wilayah.Selanjutnya dengan menggunakan semacam garis komando, pengembangan kurikulum menetes ke bawah.Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff model.Biasanya pendekatan ini banyak dipakai di negara-negara yang memiliki sistem pendidikan sentralisasi.
                    Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum constraction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (currikulum improvement).
                    Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut:
1.         Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota tim biasanya terdiri dari pejabat yang ada di bawahnya, seperti para pengawas pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga ditambah dengan para tokoh dari dunia kerja. Tugas tim pengarah ini adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan umum pendidikan.
2.         Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Anggota kelompok kerja ini adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, ditambah dengan guru-guru senior yang dianggap sudah berpengalaman. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran, dan alat atau petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
3.         Langkah ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu, kurikulum itu di uji cobakan dan dievaluasi kelayakannya, oleh suatu tim yang ditunjuk oleh para administrator. Hasil uji coba itu digunakan sebagai bahan penyempurnaan.
4.         Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
                    Dari langkah-langkah pengembangan seperti yang telah dikemukakan di atas, maka tampak jelas bahwa inisiatif penyempurnaan atau perubahan kurikulum dimulai oleh pemegang kebijakan kurikulum, atau para pejabat yang berhubungan dengan pendidikan; sedangkan tugas guru hanya sebagai pelaksana kurikulum yang telah ditentukan oleh para pemegang kebijakan. Oleh karena itu proses pengembangan dengan pendekatan top down dinamakan juga  pendekatan dengan sistem komando.
2.    Pendekatan Grass Roots
                    Kalau pada pendekatan administratif inisiatif pengembanagn kurikulum  berasal dari para pemegang kebijakan  kemudian turun ke staf-nya atau dari atas ke bawah ,maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pengembangan kurikulum ini disebut juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvemnt), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum constraction).
                    Dalam kondisi yang bagaimana kira-kira guru dapat berinisiatif mempwrbaharui dan atau menyempurnakan  dengan pendekatan semacam ini?. Minimal ada dua syarat sebagai kondisi yang memungkinkan pendekatan grass root dapat berlangsung.
                    Pertama, manakala kurikulum itu benar-benar bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara lebih terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberakukan. Kurikulum yang bersifat kaku, yang hanya mengandung petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit dilakukan pengembangannya dengan pendekatan ini.
                    Kedua, pendekatan grass root hanya mungkin terjadi jika guru memiliki sikap professional yan tinggi disertai kemampuan yang memadai.Sikap profesional itu biyasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya meningkatkan kinerjanya. Seorang profesional itu akan selalu  berusaha menambah pengetahuan dan wawasanya  dengan menggali sumber-symber pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk  mencapai kesempurnaan. Ia tidak akan puas dengan hasil yang minimal.  Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya telah sesuai dengan target maksimalnya.
                    Ada beberapa langkah penyempurnaan kurkulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass root ini. Langkah-lankah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Menyadari adanya masalah. Pendekatan grass root biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakannya ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kuangnya motivasi belajar siswa, sehingga kita merasa tertanggu dan lain sebagainya. Pemahaman dan ksadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass root. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mingkin grass roots dapat berlangsung.
2.      Mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab muncunya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan. Misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi, atau mengkaji sumber informasi lain. Misalnya melacak sumber-sumber dari internet, atau melakukan diskusi dengan teman sejawat dan mengkaji sumber dari lapangan. Nisalnya melakukan wawancara dengan siswa, orang tua, atau sumber lain.
3.      Mngajukan hipotesis atau jawaban sementara. Berdasarkan hasl kajian refleksi, selanjutnya uru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
4.      Menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Tidak mungkin berbagai kemungkinan bias kita laksanakan. Dalam langkah ini kita hanya memilih kemungkinan yang dapat dilakukan dan selanjutnya merncanakan apa ynag harus kita lakukan untuk mengatasi masalah ersebut. Disamping itu kita juga dapat memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan muncul, misalnya berbagai hambatan yang akan terjadi sehingga lebih dini kita akan dapat mengatasi hambatan-hambatn tersebut.
5.      Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpechkan masalah yang dihadapi. Alam proses pelaksaannya, Kita dapat berkolaborasi atau meinta pendapat teman sejawat.
6.      Membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.
                    Manakala kita perhatikan , peran guru sebagai implementator perubahan dan penyempurnaan kurikulum, dengan pendekatan grass roots sangat menentukan. Tugas para administrator dalam pengembangan ini, tidak lagi berperan sebagai pengendali pengembangan  akan tetepi hanya sebagai motivator dan fasilitator. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum bisa dimulai oleh guru secara individual atau ileh kelompok guru, contohnya guru-guru bidang studi dari beberapa sekolah.
                    Dinegara-negara yang menerapkan sistem pendidikan desentralisasi pengembangan model grass roots ini sangat mungkin untuk terjadi, sebab kebijakan pendidikan tidak lagi diatur oleh pusat secarasentralistik, akan tetapi penyelenggaraan pendidikan ditentukan oleh daerah bahkan oleh sekolah. Oleh karena itu, untuk memperoleh lulusan sekolah bisa terjadi persaingan antar sekolah atau antar daerah

B.     Model-Model Pengembangan Kurikulum
            Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstarsi dunia nyata atau representasi peristiwa komplesk atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainya, model buaknlah realitas, akan tetapi merupakan respresentasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat diguanakan untuk menerjemahkan sesuatu kedalam realitas, yang sifatnya lebih praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah komunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat prespektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan kegiatan pengelolaan. Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat  menolong si pengguna untuk memahami  suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan model sebagai berikut:
a.       Model dapat menjelaskan beberapa perilaku dan interaksi manusia.
b.      Model dapat mengintegrasikan seluruh hasil observasi dan penelitian.
c.       Model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks.
d.      Model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.

                        Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa model yang dapat digunakan. Tiap model memiliki kekhasan tertentu baik dilihat dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat dari tahapan pendekatannya maupun pengembangannya;

1.         Model Tyler
                 Model pengembangan kurikulum  Tyler  mengacu  pada  empat  pertanyaan dasar yang harus dijawab, dimana pertanyaan tersebut merupakan pilar-pilar bangunan  kurikulum.  Proses  pengembangan kurikulum dan pembelajaran padadasarnya  adalah  proses menjawab  pertanyaan-pertanyaan  tersebut,  dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut membentuk hasil berupa kurikulum. Pertanyaan  pertama  berkenaan  dengan  tujuan  yang  ingin  dicapai,  “Whateducational   purposes should   the   school   seek   to   attain?”.   Pertanyaan   kedua, berkenaan  dengan  jenis  pengalaman  balajar  apa  yang  harus  disediakan  untuk mencapai   tujuan.   Dalam   pengalaman   belajar   ini   di   dalamnya   sudah tercakup materi apa yang harus di berikan, “What educational experiences can be provided that are  likely  to  attain  these  purposes?”.  Pertanyaan  ketiga,  berkenaan  dengan oraganisasi  kegiatan  atau  pengalaman  belajar  yang  dinilai  paling  efektif  untuk mencapai tujuan, “How can these educational experiences be effectivelyoeganized?”.Pertanyaan keempat atau terakhir, berkenaan dengan upaya mekanisme apa yang digunakan untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai atau  belum  (evaluasi), “How  can  we  determine  wether  these  purposes  are  being attained?”.
                 Dengan demikian, model pengembangan kurikulum Tyler itu ada 4 tahap yang harus dilakukan yaitu meliputi :
1)   Menentukan tujuan pendidikan.
2)   Menentukan    pengalaman   belajar   yang   harus   dilakukan   untuk   mencapaitujuan yang telah ditentukan.
3)   Menentukan organisasi pengalaman belajar.
4)   Menentukan   evaluasi   pembelajaran   untuk   mengetahui   apakah   tujuan   telahdicapai.
                        Dalam  prosesnya,  pengembangan  kurikulum  secara  makro  dengan model ini  harus  melibatkan  berbagai  pihak  seperti  Perguruan  Tinggi  dan  masyarakatyang  terdiri  dari  para  ahli;  bidang  studi,  kurikulum,  pendidikan,  psikologi  dan perkembangan anak dan bidang lainnya yang terkait:

a)      Menentukan Tujuan
Penetapan tujuana dalah langkah pertama. Dalam tujuan ini harusmenggambarkan arah pendidikan yang akan dituju, jenis  kemampuan  apa yang harus dimiliki siswa setelah proses pendidikan. Rumusan tujuan kurikulum ini  sangat  tergantung  pada  teori  dan  filsafat pendidikan yang dianut oleh pengembangnya, berdasarkan berbagai masukan.Dalam pandangan Tyler ada tiga klasifikasi karakteristik  tujuan  kurikulum  yaitu tujuan   kurikulum yang  menekankan pada penguasaan konsep dan teori ilmu pengetahuan (dicipline   oriented). Tujuan   kurikulum   yang menekankan  pada pegembangan  pribadi  atau  model  humanistik  (child centered). Tujuan  kurikulum yang menekankan pada upaya perbaikan kehidupan masyarakat (society centered). Dengan merujuk pada tujuan  kurikulum diatas, maka sumber-sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam  pengembangan  kurikulum, menurut        Tyler,yaitu pandangan dan pertimbangan para ahli disiplin ilmu, individu anak (sebagai siswa), dan   kehidupan  sosial  kontemporer. Dalam praktik, pemisahan tegasseperti  di  atas  tidak  ada.          Ketiga  hal  tersebut  menyatu  meskipun  mungkin  ada
salah satu karakter yang lebih dominan.

b)        Menentukan Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar yaitu aktivitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan, dan bagaimana siswa mereaksi terhadap lingkungan. Pengalaman belajar tidak identik dengan isi      pelajaran, namun secara inhern dalampengalaman belajar ini sudah mecakup bahan pelajaran apa yang harus dipelajarisiswa.
Ada   beberapa   prinsip   yang   harus   dipegang   dalam   menentukan
pengalaman belajar ini, yaitu:
1)  Harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2)  Setiap pengalaman belajar harus memuaskan siswa (senang dalam melakukannya dan sesuai dengan perkembangan siswa).
3)  Setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan siswa.
4)  Satu pengalaman belajar bisa mencapai lebih dari satu tujuan.

c)      Mengorganisasi Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar bisa dibuat dalam bentuk mata pelajaran atau berupa program.Sedangkan jenis pengorganisasian pengalaman belajar bisa secara vetikal atau secara horizontal. Secara vertikal artinya, satu jenis pengalaman belajar dilakukan dalam berbagai tingkat kelas yang berbeda. Dengan  maksuduntuk mengulang-ulang   jenispengalaman belajar tersebut.Sedangkanpengorganisasian  secara  horizontal  yaitu  menghubungkan  pengalaman  belajar dalam satu bidang kajian (mata pelajaran) dengan pengalaman belajar bidang kajian lain yang masih dalam satu tingkat (kelas). Tyler mengajukan  tiga  prinsip  untuk  mengorganisasi  pengalaman  belajaragar   efektif yaitu kesinambungan (contiuity), urutan isi (sequence), integrasi(integraton).Kesinambungan berarti adanya pengulangan yang terus menerus jenispengalaman  belajar untuk membentuk kemampuan yang ingin dibentuk pada siswa. Contoh,   salah tujuan IPS adalah membentuk kemampuan membacamateri IPS  merupakan  tujuan yang dipandang sangat penting, maka pengalamanbelajar untuk membentuk kemampuan ini harus diulang-ulang dengan cara yang sama. Kesinambungan merupakan faktor penting dalam organisasi secaravertikal. Urutan isi, diorganisasi sehingga adanya penambahan kedalaman dan keluasan  bahan dengan disesuaikan dengan tingkat kemampuan/perkembangan siswa. Juga   adanya urutan dari yang mudah menuju yang sulit, dari yangsederhana menuju yang kompleks. Integrasi, yaitu pokok bahasan  dalam satu mata pelajaran satu  dikaitkandengan  mata  pelajaran  lainnya  sehingga  adanya  pemahaman yang terintegrasi (holistik). Misalnya dalam pengalaman belajar dalam bidang   matematika   bisadikaitkan dan membantu dalam mata pelajaran ekonomi.

d)        Menetukan Evaluasi
Evaluasi untuk dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana tingkat pencapaian   tujuan. Adapun kriteria ketercapaian tujuan ini dengan melihatapakah telah  terjadi perubahan tingkah laku pada siswa sesuai dengan tujuan yang ingin  dicapai. Penilaian sebaiknya dilakukan menggunakan lebih dari satu cara. Dalam hal ini menganjurkan agar dilakukan dilakukan melalui pretes dan postes. Fungsi   dari penilaian dimaksudkan untuk melihat tingkat ketercapaiansiswa dalam menguasai pelajaran/perubahan tingkah laku (fungsi sumatif), dan untuk  melihat  sejauhmana  efektivitas  proses  pendidikan  untuk  mencapai  tujuan(fungsi formatif).


2.    Model Taba
Model pengembangan ini lebih rinci dan lebih sempurna jika dibandingkan dengan model Tyler.Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler, modifikasi tersebut terutama penekanannya pada pemusatan perhatian guru. Teori Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam usaha pengembangan  kurikulum. Menurut Taba bahwa guru harus aktif penuh dalam pengembangan  kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan  guru  dan memposisikan guru sebagai inovator dalam pengembang kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba’s. Dalam pengembangannya lebih bersifat induktif dan berbeda dengan model tradisional. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1)      membuat unit-unit eksperimen bersamadengan guru-guru
Dalam kegiatan ini perlu mempersiapkan (1) perencanaan berdasarkan pada teori-teori yang kuat, (2) eksperimen harus dilakukan di dalam kelas dengan menghasilkan data yang empirik dan teruji. Unit eksperimen ini harus dirancang melalui tahapan sebagai berikut:
a)  Mendiagnosis kebutuhan
b)  Merumuskan tujuan tujuan khusus
c)  Memilih isi
d)  Mengorganisasi isi
e)  Memilih pengalaman belajar
f)   Mengorganisasi pengalaman belajar
g)  Mengevaluasi
h)  Melihat sekuens dan keseimbangan (Taba,1962 :347)
2)      Menguji unit eksperimen
Unit yang sudah dihasilkan pada langkah pertama harus diujicobakan di kelas-kelas eksperimen pada  berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujiandilakukan  untuk mengetahui tingkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data bagi penyempurnaan.
3)      Mengadakan revisi dan konsolidasi
Setelah langkah pengujian, maka langkah selanjutnya adalah  melakukan revisi   dan   konsolidasi. Perbaikan dan penyempurnaan dilakukan berdasarkanpada   data   yang   dihimpun   sebelumnya.   Selain   perbaikan   dan   penyempurnaan dilakukan juga   konsolidasi   yaitu   penarikan   kesimpulan   hal-hal   yang   bersifat umum   dan   tentang   konsistensi   teori   yang   digunakan.   Langkah   ini   dilakukan secara   bersama-sama   dengan   koordinator   kurikulum   maupun   ahli   kurikulum. Produk  dari  langkah  ini  adalah  berupa  teaching  learning  unit  yang  telah  teruji  di lapangan.
4)        Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (Developing   a Framework)
Apabila  dalam  kegiatan  penyempurnaan  dan  konsolidasi  telah  diperoleh sifatnya  yang  lebih  menyeluruh  atau  berlaku  lebih  luas,  hal  itu  harus  dkaji  oleh para ahli kurikulum. Ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam langkah ini;  1)  apakah  lingkup  isi  telah  memadai;   2)  apakah  isi  telah  tersusun  secara logis;  3) apakah pembelajaran            telah    memberikan peluang terhadap pengembangan intelektual, keterampilan, dan sikap; 4) dan apakah konsep dasar sudah terakomodasi ?
5)        Implementasi dan Desiminasi
Dalam  langkah  ini  dilakukan  penerapan  dan  penyebarluasan  program  ke daerah   dan   sekolah-sekolah   dan  dilakukan   pendataan   tentang  kesulitan   serta permasalahan yang dihadapi guru-guru di lapangan. Oleh karena  itu perlu diperhatikan tentang persiapan dilapangan yang berkaitan dengan aspek-aspek penerapan kurikulum.

3.    Model Oliva
Model Oliva adalah model kurikulum harus bersifat simpel, komphrehensif dan sistematik. Menurut model oliva, ada 12 komponen yang harus dikembangkan.
Komponen pertama adalah perumusan filosofis, sasaran, misi serta vis lembaga pendidikan, yang kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa, dan analisis kebutuhan masyarakat.
Komponen kedua adalah analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin lmu yang harus diberikan oleh sekolah. Sumber kurikulum dapat dilihat dari komponen 1 dan 2 ini. Komponen 1 berisi pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan sangat ideal : sedangkan komponen 2 sudah mengarah kepada tujuan yang lebih khusus.
Komponen ketiga dan keempat, berisi tentang tujuan umum dan khusus dalam kurikulum, yang didasarkan pada kebutuhan seperti yang tercantum dalam komponen 1 dan 2. Sedangkan, dalam komponen 5 bagaimana mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
Komponen 6 dan 7 mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran.(bagaimana menjabarkan atau perbedaan antara tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran, akan dijelaskan pada bagian tersendiri).
Apabila tujuan pembelajaran telah dirumuskan, maka selanjutnya menetapkan strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan seperti yang terdapat pada komponen 8. Selama itu pula dapat dilakukan studi awal tentang kemungkinan strategi atau teknik penilaian yang akan digunakan (komponen 9 A). Selanjutnya perkembangan kurikulum diteruskan pada komponen 10 yaitu mengimplementasikan strategi pembelajaran.
Setelah strategi diimplementasikan, pengembang kurikulum kembali pada komponen 9 yaitu komponen 9 B untuk menyempurnakan alat atau teknik penilaian.teknik penilaian seperti yang telah ditetapkan pada komponen 9 A bisa ditambah atau direvisi setelah mendapatkan masukan dari pelaksanaan atau implementasi kurikulum.
Dari penetapan alat dan teknik penilaian itu, maka selanjutnya pada komponen 11 dan 12 dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.
Menurut Oliva, model yang dikembangkan ini dapat digunakan dalam beberapa dimensi. Pertama, untuk penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus, misalkan penyempurnaan kurikulum bidang studi tertentu disekolah, baik dalam tataan perencanaan kurikulum, maupun dalam proses pembelajaran. Kedua, model ini juga dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang suatu program kurikulum. Ketiga, model ini dapat digunakan dalam mengembangkan program pembelajaran secara khusus.

4.    Model Bauchamp
Model ini dinamakan system Beauchamp, karena memang diciptakan dan dikembangkan oleh Bauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan ada lima langkah dalam proses pengembangan kurikulum.
a. Menetapkan wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum. Wilayah itu bias terjadi pada hanya satu sekolah, satu kecamatan, kabupaten, atau mungkin tingkat provinsi dan tingkat nasional.
b. Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pngembangan kurikulum. Ia menyarankan untuk melibatkan seluas-luasnya para tokoh di masyarakat. Baik itu para ahli/ spesialis kurikulum, para ahli pendidikan serta para professional dalam bidang lain.
c. Menetapkan prosedur yang akan ditempuh, yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta menetapkan evaluasi. Keseluruhan prosedur itu selanjutnya dapat dibagi dalam lima langkah:
1). Membentuk tim pengembang kurikulum
2). Melakukan penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan
3). Melakukan studi atau penjajakan tentang penentuan kurikulum baru
4). Merumuskan kriteria dan alternative pengembang kurikulum
5). Menyusun dan menulis kurikulum yang dikehendaki
d. Implementasi kurikulum. Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum.
e. Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut:
1). Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di sekolah
2). Evaluasi terhadap desain kurikulum
3). Evaluasi keberhasilan amak didik
4). Evaluasi system kurikulum
5.    Model Wheeler
Menurut Wheller, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses ynag membentuk lingkaran yang terjadi secara terus menerus. Dimana ada lima fase (tahap). Setiap tahap merupakan pekerjaan yang berlangsung secara sistematis atau berturut. Artinya, kita tidak mungkin dapat menyelesaikan tahapan kedua manakala tahapan pertama belum terselesaikan. Namun demikian, manakala setiap tahap sudah selesai dikerjakan, kita akan kembali pada tahap awal. Deikian proses pengembangan sebuah kurikulum berlangsung tanpa ujung.
  Wheller berpendapat, pengembangan kurikulum terdiri atas lima tahap, yakni:
a.    Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bisa merupakan tujuan yang bersifat normatif yang mengandung  tujuan filosofis (aim) atau tujuan pembelajaran umum yang bersifat praktis (goals). Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang bersifat spesifik dan observable (objective) yakni tujuan mudah di ukur ketercapianya.
b.    Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
c.    Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengelaman belajar.
d.   Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar.
e.    Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.

Dari langkah-langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan Wheller, maka tampak bahwa pengembangan kurikulum  membentuk sebuah siklus (lingkaran). Pada hakikatnya setiap tahapan pada siklus  membentuk sebuah sistem yang terdiri dari  komponen-komponen pengembangan yang saling  bergantung satu sama lainya.

6.    Model Nicholls
Dalam bukunya Developing a Curriculum: a Practical Guide (1978), Howard Nicholls menjelaskan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas elemen-elemen kurikulum yang membentuk siklus.

     Model pengembangan kurikulum Nicholls menggunakan pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nicholls digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan situasi.Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu:

a. Analisis sesuatu
b. Menentukan tujuan khusus
c. Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran
d. Menentukan dan mengorganisasi metode
e. Evaluasi

7.    Model Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model pengembangan kurikulum yang ia namakan model Dynamic, adalah model pngembangan kurikulum pada level sekolah (School Nased Curriculum Development).
Skilbeck menjelaskan model ini diperuntukkan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Agar proses pengembangan berjalan dengan baik, maka setiap pengembang termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok yang dimulai dari mennganalisis situasi sampai pada melakukan penilaian. Skilbeck menganjurkan model pengembangan kurikulum yang ia susun dapat dijadikan alternative dalam pengembangan kurikulum tingkat sekolah. Menurut Skilbeck langkah-langakah pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
b. Memformulasikan tujuan
c. Menyususn program
d. Interpretasi dan implementasi
e. Monitoring, feedback, penilaian, dan rekonstruksi





















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pendekatan pengembangan kurikulum ada 2 jenis, yaitu Pendekatan Top Down sebagai pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah, dan Pendekatan Grass-Root sebagai inisiatif pengembangan kurikulum yang dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, atau disebut juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
Sedangkan Model-model pengembangan kurikulum meliputi:
1.      Model Tyler,
2.      Model taba
3.      Model Oliva
4.      Model beauchamp
5.      Model Wheeler
6.      Model Nicholls
7.      Model dynamic skilbeck

B.     Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan para calon pendidik tentang pendekatan dan model pengembangan kurikulum.









DAFTAR PUSTAKA

Sanjaya Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana
http://www.scribd.com/doc/32248702/Prinsip-Pengembangan-Kurikulum-Endick

0 komentar:

Posting Komentar